Friday 1 November 2019

Filosofi Sepak Bola (Menjelang Sumatera Cup) Bab 1



Oleh: Muhammad Mutawalli T. 

Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga terpopuler di dunia hingga kurun ke-21 ini, bahkan diprediksi akan terus terkenal selama kondisi sebagian besar dunia tetap stabil.

Olahraga beregu atau yang lebih terkenal dengan istilah “kesebelasan” ini sangat menjunjung tinggi kesatuan visi dan misi, sportivitas, dan strategi. Apabila salah satu dari beberapa aspek tersebut tidak dipenuhi, maka suatu tim sepak bola tak akan mencapai tujuannya yaitu kemenangan dan kesuksesan.

“Sepak bola yakni sebuh model masyarakat individualistis. Ia menuntut inisiatif, kompetisi dan konflik. Tapi ia diatur dalam hukum tak tertulis berjulukan fair play.”

-Antonio Gramsci, Teoritis, Aktivis Politik Italy, (1924-1981)-

“Sepak bola yakni bab dari diriku dikala saya membangunkan dunia di sekelilingku.”

-Bob Marley, Musisi, (1945 - 1981)-

“Aku jatuh cinta pada sepak bola menyerupai saya jatuh cinta pada perempuan: begitu tiba-tiba dan tak terjelaskan.”

-Nick Hornby, Penulis (1957)-

Pentingnya memaknai filosofi sepak bola yang baik-baik dan tidak bertentangan dalam agama Islam merupakan satu bentuk praktek mencari kebaikan dan pesan yang tersirat yang amat dianjurkan dalam agama Islam. Contohnya menyerupai kesatuan dalam suatu klub, saling kerjasama, sportivitas, Juga mempererat silaturrahmi. 

Islam sangat memprioritaskan penganutnya untuk senantsiasa mempunyai filosofi dan tujuan baik dalam hidupnya pribadi maupun untuk orang lain. Seseorang muslim tidak berislam dengan baik sebelum ia menjadi orang yang baik bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Dari Anas ra. bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kalian hingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam sepak bola, ada beberapa konsep Islam yang tanpa disadari terwujudkan di dalamnya, antara lain:

1. Tidak boleh berpecah-belah dalam suatu kesatuan klub.

ولا تفرقوا 

“Dan janganlah kalian bercerai-berai (berpecah belah)...” (Ali Imran: 102)

2. Melalui pertandingan sepak bola, maka akan terwujud lingkungan saling mengenal, silaturrahmi, dan sportivitas.

يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكروأنثى وجعلناكم شعوبا وقباءل لتعارفوا 

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah membuat kau dari seorang pria dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku semoga kau (semua) saling mengenal ... ” (Qs. Al-Hujurat :13).



Berkaitan dengan filosofi, filosofi tak terlepas dari yang namanya kehidupan. Tentu hidup ini pula tak terlepas dari filosofinya. Banyak sekali filosofi hidup berdasarkan banyak pendapat orang-orang. Tak aneh perkataan semisal; hidup itu sekedar singgah minum; hidup itu bagai roda; hidup itu yakni perjuangan; hidup yakni perbuatan, dan masih banyak macam ragam pendapat-pendapat yang lain. 

Tentu semuanya benar, tapi ada satu tanggapan yang terdengar sedikit unik, yaitu: “Hidup bagai bermain bola.” Pendapat ini digagaskan oleh seorang penulis berjulukan Gheeto T. Wicaksono.

Sepak bola yakni perihal hidup kita. Sepak bola bukan sekedar “sepak” (kata kerja) atau “bola” (kata benda), melainkan perihal siapa yang menyepak bola, ke mana arahnya, bagaimana filosofinya, dan dampaknya bagi peradaban manusia. 

Bahkan lebih dari itu, melalui sepak bola kita sanggup melihat yang meta (tak terlihat) oleh ribuan penonton di stadion maupun jutaan pasang mata di televisi. 90 menit berlangsungnya permainan sepak bola bagaikan berada dalam kelas ataupun ruang kerja. Jangan hingga durasi 90 menit tersebut atau bahkan lebih banyak terbuang sia-sia dalam irasionalitas fanatisme buta tak terarah, tanpa pernah mencar ilmu apapun dari pertandingan sepak bola.

Setidaknya ada 22 pemain, masing-masing dari kedua tim mempunyai 11 pemain yang bertarung di lapangan hanya dengan memperebutkan satu bola hingga rela terluka-luka, cedera fisik, bahkan hingga berdarah-darah. 

Tak masuk logika bukan? Apa hebatnya sebuah bola itu hingga ia begitu diperebutkan? Kalau mereka bertarung memperebutkan harta, tahta, perempuan mungkin masih sanggup dikatakan masuk akal dalam konteks fitrah manusia. 

Ya, itulah sepak bola terlepas dari apakah itu masuk logika ataupun tidak. Akan tetapi dibalik itu semua bantu-membantu sepak bola itu tak lepas dari filosofi hidup. Bahkan para filosuf-filosuf dunia berkomentar perihal sepak bola, salah satunya Che Guevara yang juga sebagai tokoh Revolusi Kuba.

Ia berkata bahwa “Sepak bola bukan sekedar permainan sederhana. Sepak bola yakni senjata revolusi.”

banner
Previous Post
Next Post