Monday 11 November 2019

Penjelasan Hadits Istikharah (Bag. 7)

 Setelah seorang yang beristikharah pada kalimat sebelumnya memberikan muqoddimah berupa Penjelasan Hadits Istikharah (Bag. 7)



Petikan Hadits

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan urusannya)”

Penjelasan

Setelah seorang yang beristikharah pada kalimat sebelumnya memberikan muqoddimah berupa memuji Allah, mengakui kekurangannya, kelemahannya, dan ketidaktahuannya, serta memasrahkan urusannya kepada Allah serta mengakui kesempurnaan ilmu dan kekuasaan-Nya, barulah pada kalimat ini, dia memberikan urusannya : “Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan apa urusannya)”, semua ini memberikan budbahasa yang tinggi didalam berdoa kepada Allah dengan mendahulukan perkara-perkara yang mengakibatkan dikabulkannya doanya sebelum menyebutkan permintaannya, serta menampakkan rasa butuh, dan memelas kepada Allah Ta’ala.

Adapun model gaya bahasa yang terdapat dalam

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan urusannya)”, ini bukanlah memberikan keraguan terhadap ilmu Allah, sebab dihentikan mencurigai kesempurnaan ilmu Allah.

Kalimat ini hakekatnya ialah sebuah gaya bahasa Arab yang mengandung makna bahwa seorang yang beristikharah ragu (tidak tahu) perihal kebaikan atau keburukan dari efek urusannya, sebab dia tidak mengetahui apa yang terdapat dalam ilmu Allah berupa apa yang akan terjadi kelak terkait dengan urusannya.

Faedah dari petikan ini:

1. Istikharah itu untuk memohon pilihan tentang satu jenis perkara terkait dengan dua pilihan : apakah masalah tersebut akan dilakukan atau ditinggalkan.

Apabila seseorang berkehendak melaksanakan satu masalah dan dia gundah memutuskannya, maka dia beristikharah kepada Allah; apakah akan dia lakukan atau tidak.

Sedangkan apabila seseorang telah melaksanakan satu perkara, kemudian berkehendak meninggalkan masalah tersebut dan dia gundah memutuskannya, maka dia beristikharah kepada Allah; apakah akan dia tinggalkan atau tidak.

2. Pada petikan :

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini”, hendaknya orang beristikharah menyebutkan urusannyamisalnya:

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ السفر فس هذا اليوم

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa safar pada hari ini …”,
atau

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ النكاح

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa nikah….”
atau

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ بيع بيتي

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa menjual rumahku….” , atau urusan lainnya.

Penyebutan urusan ini berdasarkan ucapan Jabir atau perowi lainya di simpulan hadits :

وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

“Dan orang tersebut menyebutkan urusannya.”

Dan dalam riwayat lainnya, di Shahihul Al-Bukhari, kitab: At-Tauhid , bab: قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: قُلْ هُوَ الْقَادِرُ , no. 7390

اللهم فإن كنت تعلم هذا الأمر -ثم يسمّيه بعينه

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini -lalu dia menyebutkan urusannya secara spesifik-

(Bersambung, in sya Allah)

***

Penulis : Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post