
Larangan untuk Takut Yang Mengarah pada Kesyirikan
Takut yang mengarah pada kesyirikan yaitu jenis takut yang dihentikan dalam firman Allah QS. Al-An’aam: 81. Dalam ayat tersebut, Allah mengabarkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam berkata,
وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا ۚ فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Bagaimana saya takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), bila kalian mengetahui?” (QS. Al-An’aam: 81).
Telah dijelaskan, bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam mengatakan
{وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ}
“Bagaimana saya takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah)”. Para Ulama menjelaskan bahwa kaum musyrikin yang dihadapi dia saat itu takut (takut jenis ibabah) kepada sesembahan-sesembahan selain Allah yang mereka sembah. Oleh lantaran itu Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam mengingkari kesyirikan tersebut.
Jenis Khauf (takut) Yang Bukan Ibadah
Adapun jenis khauf yang tidak mengandung penyembahan menyerupai kedua macam khauf di atas, maka bukanlah termasuk ibadah, sehingga jika khauf tersebut ditujukan kepada selain Allah, maka bukanlah kesyirikan. Berikut ini perinciannya,
1. Khauf thabi’i (takut manusiawi), rasa takut menyerupai ini biasa terjadi pada insan dan aturan asalnya mubah. Misalnya takut terhadap panasnya api, hewan buas dan takut jatuh dari daerah yang tinggi. Takut jenis inipun dialami oleh Nabi Musa ‘alaihis salaam, Allah Ta’ala berfirman,
فَأَصْبَحَ فِي الْمَدِينَةِ خَائِفًا يَتَرَقَّبُ
“Karena itu, jadilah Nabi Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya)” (QS. Al-Qashash: 18).
2. Khauf Muharram (takut yang hukumnya haram)
Sesungguhnya secara asalnya, takut yang satu ini yaitu jenis takut yang ketiga tersebut di atas, namun menimbulkan ditinggalkannya kewajiban atau dilakukannya keharaman, maka hukumnya menjadi haram, lantaran segala sesuatu yang menjadi lantaran ditinggalkannya sebuah kewajiban atau dilakukannya suatu keharaman, maka hukumnya haram. Misalnya, seorang bawahan yang diancam oleh atasannya akan dipecat dari pekerjaannya, bila tidak mau diajak korupsi bersama, kemudian ia takut dipecat sehingga ia mau melaksanakan korupsi bersama dengan atasannya tersebut.
3. Khauf Wahmi (takut yang penyebabnya tidak ada atau lemah)
Misalnya, seseorang yang takut terhadap bunyi angin biasa yang menimbulkan pergesekan dahan-dahan pepohonan di malam hari, dia merasa ketakutan dengan lantaran yang tidak terang dan lemah. Orang yang menyerupai ini disifati dengan penakut dan tercela.
Takut yang terpuji dan tercela
Takut kepada Allah yaitu ibadah hati yang harus ada dalam hati seorang muslim dan muslimah yang mukallaf (yang dibebani syari’at). Takut yang terpuji yaitu takut yang mendorong pelakunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan menjauhi keharaman. Sedangkan takut yang mengakibatkan pelakunya frustasi dari rahmat Allah yaitu takut yang tercela. Kaprikornus takut yang benar haruslah bergandengan dengan raja’ (harapan) yang benar.
[bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id