Saturday 21 December 2019

Sikap Hamba Allah Seusai Ramadhan (1)

Alamin telah menganugerahkan kepada kita kenikmatan berupa perjumpaan dengan bulan Ramadha Sikap Hamba Allah Seusai Ramadhan (1)


Bismillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Sobat! Rabbuna, Rabbul `Alamin telah menganugerahkan kepada kita kenikmatan berupa perjumpaan dengan bulan Ramadhan yang penuh barakah dan kebaikan, maka:
  1. Barangsiapa yang banyak menelantarkan bulan Ramadhan dan banyak melaksanakan kesalahan di dalamnya, bertaubatlah dan sibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Rabb-nya, sebagai ganti keburukan yang terlanjur dia lakukan, mulailah lembaran hidup baru. Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamtelah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani:
    وأتبع السيئةَ الحسنةَ تمحها
    “Iringilah keburukan dengan kebaikan, pasti kebaikan tersebut akan menghapuskannya.”
  2. Adapun barangsiapa yang telah Allah mudahkan bederma salih di ketika bulan Ramadhan, maka pujilah Allah dan mohonlah kepada-Nya biar amal shalih Anda diterima oleh-Nya, serta mohonlah kelanggengan dalam amal salih sehingga sanggup terus melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada-Nya dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:
    وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
    “Dan sembahlah Tuhanmu hingga tiba kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99).
Itulah tips secara umum bagi seorang hamba dalam meninggalkan bulan Ramadhan dan memasuki bulan Syawal. Adapun lebih lanjut, berikut ini beberapa tips yang perlu kita lakukan biar setiap kita menjadi hamba Allah yang semakin bertakwa, semakin dicintai oleh-Nya usai Ramadhan, semoga bermanfaat!

1. Bersyukur

Seorang hamba Allah yang baik, tentulah berusaha senantiasa mengingat nikmat-nikmat-Nya biar ia senantiasa bersyukur kepada-Nya sehingga meningkatlah kecintaan kita kepada-Nya. Saudaraku yang seiman! Kita tertuntut untuk bersyukur akan limpahan nikmat Allah sanggup berjumpa dengan bulan Ramadhan. Bukankah banyak dari saudara-saudara kita tidak sanggup lagi mendapat nikmat ini?
Kita tertuntut untuk bersyukur akan limpahan nikmat taufik dari Allah sehingga kita sanggup melaksanakan banyak sekali macam keta’atan kepada-Nya di bulan Ramadhan yang telah berlalu.
Bahkan saudaraku, kita wajib bersyukur -sebelum itu semua- bahwa kita dianugerahi kenikmatan sanggup berjumpa dengan bulan Ramadhan dan keluar darinya dalam keadaan beriman.
Saudaraku seiman! Kita semua butuh untuk memperbanyak hamdalah (pujian) kepada Allah yang telah memberi taufik-Nya kepada kita, sehingga kita sanggup menuntaskan banyak sekali macam ibadah pada bulan Ramadhan yang gres saja kita tinggalkan. Hati seorang hamba yang muwaffaq (yang mendapat taufik) benar-benar menghayati bahwa karunia fasilitas bederma shalih selama Ramadhan itu berasal dari Allah, maka layaklah kita berucap sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam,
قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Iapun (Nabi Sulaiman) berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah saya bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka bergotong-royong dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka bergotong-royong Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (An-Naml:40).
Bukankah prinsip hidup kita yaitu لا حول ولا قوة إلا بالله , “Tidak ada daya dan upaya (makhluk) kecuali dengan tunjangan Allah?” La haula wala quwwata illa billah adalah sebuah kalimat yang menggambarkan ketundukan dan kepasrahan kepada Allah Ta’ala dan mengandung pengukuhan bahwa tidak ada satupun pencipta dan pengatur alam semesta ini kecuali Allah, tidak ada satupun yang sanggup menghalangi kehendak Allah jikalau Dia menghendaki sesuatu terjadi dan bahwa mustahil seorang hamba menghendaki sesuatu kecuali hal itu dibawah kehendak Allah.
Maka nampaklah dalam kalimat yang agung ini, ketidakberdayaan makhluk di hadapan Rabbnya, bahwa keburukan apapun tidak akan mungkin dihindari melainkan jikalau Allah menjauhkannya darinya. Demikian pula, tidaklah mungkin seorang hamba sanggup mendapat atau melaksanakan sebuah kebaikan, menyerupai keimanan, shalat, puasa, mencari rezeki yang halal dan yang lainnya kecuali dengan tunjangan Allah ‘Azza wa Jalla.
Di sinilah nampak dengan terang letak kewajiban bersyukur kepada Allah dalam setiap kebaikan yang didapatkan oleh seorang hamba dan dalam setiap amal salih yang berhasil dilakukan oleh seorang hamba. Amalan salih sebesar apapun akan menjadi kecil di sisi kebesaran dan keagungan Allah ‘Azza wa Jalla dan kekuatan hamba sebesar apapun akan menjadi lemah di sisi kekuatan Rabbus samawati wal ardh, Tuhan semesta alam.

2. Istighfar

Tips yang perlu kita lakukan biar setiap kita menjadi hamba Allah yang semakin bertakwa dan semakin dicintai oleh-Nya usai Ramadhan yaitu beristigfar, memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Seorang hamba butuh memperbanyak istigfar atas kurang sempurnanya ia dalam melaksanakan semua bentuk peribadatan sebab bagaimanapun baiknya peribadatan yang kita lakukan pasti ada kekurangan. Demikianlah selayaknya kondisi seorang hamba setiap selesai melaksanakan ibadah, biar beristigfar kepada Allah atas segala kekurangan yang terjadi.
  • Tidakkah kita ingat bahwa setelah shalat disyari’atkan untuk istighfar 3 kali? Dalam sebuah hadits disebutkan,
    أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا انصرف من صلاته استغفر ثلاثاً
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jikalau telah selesai shalat biasa beristighfar tiga kali” (Shahih Muslim: 591).
  • Tidakkah kita tahu bahwa setelah ibadah wuquf di Arafah dalam ibadah haji Allah pun memerintahkan hamba-Nya untuk Istighfar? Allah Ta’ala berfirman:
    ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
    “Kemudian bertolaklah kau dari daerah bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah, bergotong-royong Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah:199).
  • Tahukah Anda nasihat disyari’atkan zakat fithri -di masyarakat kita dikenal dengan zakat fitrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan nasihat zakat fithri, sebagaimana tersebut di dalam hadits
    عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ  مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
    “Diriwatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kasus sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai masakan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka itu yaitu zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Id), maka itu termasuk sedekah” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al Albani).
    Zakat fithri disyari’atkannya pada simpulan Ramadhan setelah sekian banyak ketaatan sudah dilakukan oleh seorang hamba selama dua pertiga bulan Ramadhan. Ini arahan bagi kita biar setelah kita melaksanakan banyak sekali macam ketaatan setelah Ramadhan, tidak tertipu dengan ketaatan yang telah berhasil kita lakukan, bahkan justru mengingat kekurangan-kerungan kita dalam beribadah.
  • Tidakkah kita sadar setelah melaksanakan dua pertiga keta’atan pada bulan Ramadhan berupa shalat wajib,puasa, shalat Tarawih, baca Al-Qur’an dan lainnya, kemudian saatlailatulqadar, apakah yang kita ucapkan?
    اللهم إنك عفوٌّ  تُحبُّ العفوَ فاعفُ عني
    Ya Allah, bergotong-royong Engkau Maha Pemaaf, mengasihi maaf, maka maafkanlah kesalahanku” (HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya, lihat: Shahih At-Tirmidzi).
  • Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan Rasul-Nya untuk beristigfar setelah menuntaskan secara umum dikuasai kiprah akbarnya memberikan risalah dakwah,sebagaimana dalam surat An-Nashr! Allah berfirman,
    إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
    (1)Apabila telah tiba tunjangan Allah dan kemenangan,
    وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
    (2)dan kau lihat insan masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
    فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
    (3)maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia yaitu Maha Penerima taubat.
Ulama menjelaskan bahwa demikianlah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bagaimana selayaknya kondisi seorang hamba tiap selesai melaksanakan ibadah, tidak tertipu dengan ibadah yang dilakukan, bahkan disyari’atkan bagi kita untuk menutup amal salih dengan istighfar.
Setiap hari hendaknya kita beristighfar kepada Allah dari segala dosa yang kita lakukan. Syari’at istighfar ini tidak hanya dilakukan setelah ibadah yang terkait dengan penunaian hak Allah, namun juga termasuk keta’atan lain berupa ihsan kepada sesama insan dan membantu insan dalam kebaikan. Hikmahnya yaitu biar tidak ada perasaan ujub atau merasa berbangga dengan jasa dan prestasi kebaikan, menganggap suci diri, sombong, dan silau dengan amal yang telah dilakukan, baik amal tersebut terkait dengan pemenuhan hak Allah maupun terkait dengan hak manusia.
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post