![]() |
Google Image |
Oleh: Muhammad Daud Farma
(Mahasiswa Daurah Lughah Al-Azhar Cairo, Mesir)
Suatu ketika, berangkatlah Juha dari rumahnya untuk bepergian ke negeri lain. Istrinya berkata kepadanya, “Bagaimana kau akan pergi? Sedangkan kau tidak mempunyai wajah yang tampan?”
Juha menjawab, “Aku akan berjalan kaki ke negeri tetangga. Aku mempunyai pekerjaan di sana. Makara saya harus pergi, maka berdoalah kepada Allah biar saya kuat.”
Maka berangkatlah Juha sesuai keinginannya. Ketika berjalan di gurun pasir yang panas, ia merasa lelah kemudian mencari kawasan untuk berteduh, kemudian ia pun duduk beristirahat.
Di ketika melepas lelah itu, Juha memandang ke langit dan bermunajat kepada Tuhan-Nya. Ia berkata: “Ya Tuhan, anugerahkanlah kepadaku seekor keledai yang bisa saya bawa, sehingga saya bisa beristirahat dalam perjalanan jauh lagi melelahkan ini.”
Sebentar kemudian lewatlah seorang pria kaya raya di tempatnya beristirahat. Sikapnya berangasan dan keras. Dan pria berangasan itu mengendarai kuda, dengan seekor kuda kecil di belakangnya. Anak kuda itu kelelahan dan tidak bisa mengikuti kuda besar yang di naiki pria berangasan itu.
Laki-laki itu melihat ke arah Juha yang sedang duduk, kemudian menyapanya: “Hai pria pemalas! Hei kau yang duduk di sana!”
Maka Juha pun menoleh ke arahnya, dan ia tidak melihat siapa pun kecuali pria yang berangasan itu. Juha pun berkata: “Apakah saya yang dimaksud?”
Lalu lelaki itu membentaknya: “Bangunlah wahai orang malas dan bawalah anak kuda ini bersamamu. Kau telah membuatnya menjadi lelah.”
Berdirilah Juha kemudian mendatanginya, pria itu pun membentaknya lagi: “Cepatlah hai orang malas! Jika tidak saya akan memukulmu, dan tidak menjamin keselamatanmu.”
Juha pun tiba dengan ketakutan, kemudian ia berjalan ke arah anak kuda tersebut. Lalu dengan terpaksa ia menggendongnya. Juha tidak berani memberontak perintah pria berangasan tersebut. Ia takut dengan bahaya itu, padahal ketika itu Juha pun masih merasa letih.
Tidak usang ia menggendong anak kuda itu, kemudian ia terjatuh. Tapi pria berangasan itu malah mencambuk si Juha sambil berkata: “Rasakan ini hai pemalas!”
Meskipun pria berangasan itu menderanya, tetap saja ia tidak bisa bangkit, walaupun ia sangat menginginkan keamanan dirinya. Ketika pria itu melihat Juha dalam keadaan menyerupai itu, ia pun lantas mengambil anak kuda tersebut dan meninggalkan Juha. Kemudian ia pun berlalu, sedangkan Juha masih sangat lemah.
Kemudian ketika itu juga, Juha menengadah ke langit untuk yang kedua kalinya. Lantas ia berkata, “Wahai yang menjaga takdir, saya menginginkan keledai untuk saya naiki, akan tetapi malah tiba anak kuda yang menaikiku.”
Hehehehe..
Intisari dari dongeng ini adalah: Jangan terlalu memaksakan kehendak diri sendiri untuk melaksanakan sesuatu yang kita belum bisa melakukannya, alasannya kesudahannya bisa ‘fatal’.*
*Cerita ini diterjemahkan dari buku Nawadir Juha Li Athfaal.
(Mahasiswa Daurah Lughah Al-Azhar Cairo, Mesir)
Suatu ketika, berangkatlah Juha dari rumahnya untuk bepergian ke negeri lain. Istrinya berkata kepadanya, “Bagaimana kau akan pergi? Sedangkan kau tidak mempunyai wajah yang tampan?”
Juha menjawab, “Aku akan berjalan kaki ke negeri tetangga. Aku mempunyai pekerjaan di sana. Makara saya harus pergi, maka berdoalah kepada Allah biar saya kuat.”
Maka berangkatlah Juha sesuai keinginannya. Ketika berjalan di gurun pasir yang panas, ia merasa lelah kemudian mencari kawasan untuk berteduh, kemudian ia pun duduk beristirahat.
Di ketika melepas lelah itu, Juha memandang ke langit dan bermunajat kepada Tuhan-Nya. Ia berkata: “Ya Tuhan, anugerahkanlah kepadaku seekor keledai yang bisa saya bawa, sehingga saya bisa beristirahat dalam perjalanan jauh lagi melelahkan ini.”
Sebentar kemudian lewatlah seorang pria kaya raya di tempatnya beristirahat. Sikapnya berangasan dan keras. Dan pria berangasan itu mengendarai kuda, dengan seekor kuda kecil di belakangnya. Anak kuda itu kelelahan dan tidak bisa mengikuti kuda besar yang di naiki pria berangasan itu.
Laki-laki itu melihat ke arah Juha yang sedang duduk, kemudian menyapanya: “Hai pria pemalas! Hei kau yang duduk di sana!”
Maka Juha pun menoleh ke arahnya, dan ia tidak melihat siapa pun kecuali pria yang berangasan itu. Juha pun berkata: “Apakah saya yang dimaksud?”
Lalu lelaki itu membentaknya: “Bangunlah wahai orang malas dan bawalah anak kuda ini bersamamu. Kau telah membuatnya menjadi lelah.”
Berdirilah Juha kemudian mendatanginya, pria itu pun membentaknya lagi: “Cepatlah hai orang malas! Jika tidak saya akan memukulmu, dan tidak menjamin keselamatanmu.”
Juha pun tiba dengan ketakutan, kemudian ia berjalan ke arah anak kuda tersebut. Lalu dengan terpaksa ia menggendongnya. Juha tidak berani memberontak perintah pria berangasan tersebut. Ia takut dengan bahaya itu, padahal ketika itu Juha pun masih merasa letih.
Tidak usang ia menggendong anak kuda itu, kemudian ia terjatuh. Tapi pria berangasan itu malah mencambuk si Juha sambil berkata: “Rasakan ini hai pemalas!”
Meskipun pria berangasan itu menderanya, tetap saja ia tidak bisa bangkit, walaupun ia sangat menginginkan keamanan dirinya. Ketika pria itu melihat Juha dalam keadaan menyerupai itu, ia pun lantas mengambil anak kuda tersebut dan meninggalkan Juha. Kemudian ia pun berlalu, sedangkan Juha masih sangat lemah.
Kemudian ketika itu juga, Juha menengadah ke langit untuk yang kedua kalinya. Lantas ia berkata, “Wahai yang menjaga takdir, saya menginginkan keledai untuk saya naiki, akan tetapi malah tiba anak kuda yang menaikiku.”
Hehehehe..
Intisari dari dongeng ini adalah: Jangan terlalu memaksakan kehendak diri sendiri untuk melaksanakan sesuatu yang kita belum bisa melakukannya, alasannya kesudahannya bisa ‘fatal’.*
*Cerita ini diterjemahkan dari buku Nawadir Juha Li Athfaal.