Kajian Zawiyah KMA Mesir |
Runtuhnya khilafah Turki Usmani (1924), menjadi catatan sejarah penting bagi kemunduran umat Islam. Khilafah sebagai salah satu sistem Pemerintahan yakni fakta sejarah yang telah dipraktekkan oleh Al-Khulafa Ar-Rasyidun. Dibawah panji kekhalifahan ini, mereka mengantarkan kejayaan Islam di masa silam.
Kondisi umat Islam yang semakin terpuruk seiring dengan jatuhnya kekhilafahan, baik dalam bidang ekonomi, politik, militer maupun budaya, telah memperlihatkan efek tersendiri terhadap munculnya kelompok pejuang khilafah . Usaha tersebut ditempuh dengan cara berbeda-beda. Sebagian kelompok memperjuangkannya melalui pemikiran dan sebagian lain lebih kepada tindakan.
Merupakan sebuah kekeliruan, saat sebagian kelompok berasumsi bahwa negara hanya akan maju, aman, teruntaskan dari kemiskinan, dan lain-lain, kalau seandainya umat ini kembali kepada sistem Khilafah. Pemikiran semacam itu timbul disebabkan kedangkalan pemahaman terhadap Islam.
ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) telah meresahkan umat Islam akhir-akhir ini. Deklarasi Khilafahnya cukup menerima sambutan baik oleh sebagian masyarakat, khususnya kelompok jihad ekstrim. Jargon mengembalikan kejayaan Islam yang diusung oleh kelompok pejuang Khilafah ini menjadi umpan untuk menggait simpatisan.
Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkan As-Sulthaniah mendefiniskan khalifah sebagai orang yang ditetapkan sebagai pengganti nabi dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia. Untuk menjadi seorang khalifah, para ulama setidaknya mensyaratkan sepuluh syarat, yaitu: Islam, laki-laki, balig, Merdeka, ‘âdil, berilmu, mempunyai kapabelitas dalam berpolitik, sehat jasmani, berani, dan berketurunan Quraisy.
Pengangkatan seorang imam dalam Islam juga tidak sanggup serta merta. Ada tiga cara sah untuk mengangkat seorang imam. Melalui bai’at, al-’ahd/al-istikhlaf dan bi Al-Ghalabah. Masing-masing dari dari metode ini mempunyai syarat-syarat tersendiri. Misalnya, pembaiatan harus dilakukan oleh para ahl al-hill wa al-‘aqd. Mereka yakni para ulama, dan tokoh-tokoh yang menjadi panutan dan referensi umat Islam dalam menuntaskan dilema dan mencari maslahat mereka secara umum.
Para ahl al-hill wa al-‘aqd inipun mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi. Diantaranya Al-‘Adâlah, mempunyai Ilmu pengetahuan perihal pemerintahan yang hingga kepada derajat Mujtahid. Serta pemikiran brilian dan kebijaksanaan. Kemudian, pem-bai‘at-an dilakukan dengan sukarela, bukan lantaran paksaan.
ISIS (Islamic State In Iraq and Syam) dikenal dalam bahasa Arab dengan Dâ‘isy, yaitu kependekan dari Daulah Islamiyah Iraq wa Syam. Dikabarkan kelompok ini ada kaitannya dengan gerakan Salafiyah Jihadiyah yang menghimpun aneka macam unsur berbeda untuk bertempur di Irak dan Suriah. Ad-Daulah Al-Islamiyah yakni magnet yang dipakai untuk menarik pengikutnya, khususnya bawah umur muda yang punya semangat keislaman, namun miskin dari segi ilmu.
Tanggal 29 Juni 2014, ISIS merilis sebuah video Abu Bakar Al-Baghdadi yang sedang mendeklarisikan dirinya sebagai khalifah bagi Daulah Islamiyah Irak dan Syam. Diantara kelompok jihad ekstrimis yang membait Abu Bakar Al-Baghdadi, di antaranya Jaisy Al-Fatihin, Jund Sahabah, dan Kataib Ansar Tauhid.
Jika dilihat dari kacamata Syara’, kelompok ini jauh dari Khilafah yang dimaksudkan oleh Fikih Islam. Ba’iat yang dilakukan oleh beberapa kelompok Jihad, tidaklah sah dalam Syariat. Khilafah ISIS merupakan khayalan belaka oleh sekelompok insan yang tidak paham dengan Syariat.
The grand Syekh Al-Azhar Ahmad Thayyib mengatakan, “Jihad dan kerusakan yang dilancarkan ISIS berupa Penindasan terhadap penduduk Irak baik itu muslim ataupun non-muslim, sama sekali bukan kepingan dari Islam. Agama Islam mengajarkan toleransi terhadap agama lain.”
Syeikh Ahmad Syauqi Alam Mufti Mesir juga berfatwa dengan nada yang sama, ia mengatakan, “Jihad yakni istilah yang mulia dalam Islam, oleh lantaran itu tentu harus sesuai dengan aturan-aturan yang digariskan dalam syariat. Diantara norma dan susila berjihad yang telah Rasulullah Saw. ajarkan terhadap umatnya yakni melarang kaum muslimin membunuh musuh yang tidak bersenjata, tidak memerangi kaum lemah, perempuan, anak-anak, tidak merusak bangunan, tidak menghancurkan kawasan peribadatan, dan melarang untuk memotong pepohonan. Hal tersebut sangat bertolak belakang dari apa yang dilakukan oleh ISIS.”
Pada kesempatan lain, ia juga menambahkan, “Tujuan dari tindakan anarkis dan brutal merupakan propaganda gila untuk merusak pandangan dunia terhadap Islam. pernyataan kelompok ini untuk menegakkan khilafah al-islamiyah yakni kesalahan besar. Apa yang mereka lakukan jauh melenceng dari norma-norma Islam. Bahkan mereka telah mencoreng makna insaniah yang sangat diutamakan dalam Islam. (HN)
*Ringkasan Makalah “Kekhalifahan Versi ISIS dalam Pandangan Fikih Islam.” Dipresentasikan pada Forum Kajian Zawiyah KMA Mesir, Kamis 19 Februari 2015, oleh Tgk. Azwani Putra, Lc.