Oleh: Ali Akbar Alfata*
![]() |
Suasana Ruangan Kuliah (Sumber foto: Instagram @chalil_albisri) |
Tak terasa, sebentar lagi tahun fatwa gres akan dimulai di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Semua mahasiswa di salah satu universitas Islam tertua di dunia tersebut mulai banyak melaksanakan banyak sekali persiapan untuk menghadapi lembaran gres dalam perjalanan keilmuan ini.
Tahun ini, Al-Azhar mendapatkan ribuan mahasiswa gres dari banyak sekali penjuru dunia. Sebagai “orang baru” di bumi kinanah ini, tentu saja mereka mengalami banyak sekali hambatan dalam proses persiapan untuk berkuliah di universitas cita-cita mereka. Kendala dan problematika ini beragam, mulai dari dilema rohani yang bersifat individu, hingga permasalahan jasmani dan bersifat kelompok. Nah, dalam menghadapinya, banyak dari mahasiswa gres malah kelepasan pada awal mula perkuliahan hingga balasannya harus mengawali kehidupan mahasiswa dengan tidak menyenangkan. Hal ini juga tidak terelakkan dialami oleh mahasiswa Indonesia sendiri.
Menyikapi banyak sekali problematika mahasiswa gres tersebut, akan sangat menyenangkan untuk kita sedikit membicarakan kiat-kiat menghadapi perkuliahan di Al-Azhar, atau dalam menghadapi tahun fatwa baru.
Pertama, niat. Ya, niat, sebuah elemen mendasar dalam segala sesuatu, ingin ditiadakan bagaimanapun tetap sulit, walau sudah bosan mendengarnya, niat sangat penting. Berangkat dari kampung halaman, menyalami bapak dan ibu kita berkata “ibu, bapak, saya ingin menuntut ilmu”. Tujuan yang sudah terpatri dalam diri, sangat sederhana, namun seringkali niat tersebut goyang menghadapi banyak sekali arus kehidupan.
Pergi ke Al-Azhar bukan tanda kita akan menuntut ilmu, namun tanda bahwa kita telah menyebabkan ilmu sebagai prioritas dalam hidup kita, atau dalam bahasa agama, kita menghibahkan diri kepada ilmu, itu sudah mutlak jalan kita hingga selesai hayat. Alangkah lucu kita mendengar “fokus kepada ilmu” merupakan sebuah bidang yang kita boleh ambil dan boleh tidak, padahal kita sudah di tanah ini. Padahal itu sudah jalan yang kita pilih, adapun hal lain yakni bonus, ilmu yakni kewajiban kita, bagaimanapun kita, itu merupakan tanggung jawab dan amanah, maka hendaknya tidak melupakan niat tersebut.
Kedua, tidak meremehkan Al-Azhar. Tidak boleh sama sekali kita remehkan, apapun itu yang ada di Al-Azhar, kita yang telah menentukan meninggalkan kampung halaman demi Al-Azhar seharusnya tahu akan kemuliaannya. Ada hal lucu, segelintir orang yang sudah susah-susah kesini, tapi malah meremehkan Al-Azhar, meremehkan sistem perkuliahannya, meremehkan ujiannya, meremehkan para gurunya, dan lain-lain. Entah apa yang dipikirkan orang-orang ini.
Bagi mahasiswa gres juga perlu ditekankan pentingnya hal ini, alasannya yakni akan kuat bagi kehidupan mereka ke depan, kita harus tahu daerah ini yakni wujud dari kebesaran Islam dan kasih sayang Allah kepada segenap makhluk-Nya. Ada lagi yang tak kalah penting, yaitu kita dihentikan merasa ahli alasannya yakni lulus di Al-Azhar. Ingatlah kita hanya satu dari ribuan orang yang lulus, kita hanya orang kurang pintar yang mencari sesuap nasihat alasannya yakni lelah dengan rasa bodoh, dan ingin membumihanguskan kebodohan, sekurang-kurangnya dalam diri sendiri. Merasa ahli secara tidak eksklusif merupakan peremehan bagi Al-Azhar.
Ketiga, membuat lingkungan positif. Menerima atau tidak, lingkungan begitu kuat dalam kehidupan, khususnya perkuliahan. Kita harus menentukan lingkungan yang konkret bagi kita. Tidak sanggup dipungkiri, banyak sekali yang berhasil di Al-Azhar alasannya yakni lingkungan konkret yang diciptakan, ada juga yang jatuh alasannya yakni lingkungan negatif. Bagi yang hidup berasaskan introvert, selalu ingin sendiri, tolong sedikit melebur dan mengenyampingkan perasaan-perasaan serupa, prinsip hidup itu memang penting, tapi banyak sekali orang yang hancur alasannya yakni mempertahankan prinsip hidup yang diyakini. Jadi, kita hendaknya mengutamakan lingkungan yang positif.
![]() |
Sumber foto: Instagram @heyalibaba |
Keempat, bagi mahasiswa lama, hendaknya segera sadar dari libur yang panjang. Liburan sudah berakhir dan tirai telah terangkat tanda usaha dimulai lagi. Rasanya memang berat, liburan itu menyerupai penghangat ruangan, dikala merasa masbodoh kita masuk ke ruangan yang mempunyai penghangat, rasanya begitu nyaman. Bahkan kita berlama-lama di sana, tapi apa yang terjadi dikala keluar, dinginnya tiga kali lipat, mau tidak mau kita harus terus berjalan, rasa masbodoh itu semakin usang pun akan sirna, hanya saja sulit sekali untuk tetap berjalan, namun harus dilakukan dan kembali ke dunia realita.
Kelima, mempercepat proses adminstrasi perkuliahan. Banyak sekali kita melihat insiden mahasiswa gres yang sangat lambat dalam mengurus manajemen kuliah, sehingga gres akan sadar dikala ujian sudah dekat. Mengurus manajemen itu sangat penting, kita harus bergerak secepat mungkin supaya kita sanggup memulai perkuliahan dengan baik. Risiko dari keterlambatan pengurusan manajemen yakni larangan untuk mengikuti ujian termin satu, otomatis kita harus mengulang perkuliahan di tahun mendatang, dan itu kesalahan yang sangat fatal. Pengurusan manajemen di Al-Azhar memanglah sulit, tapi kita harus berkorban, susah sedikit di awal-awal tidak apalah, yang penting pengurusan itu bisa selesai dan bisa kuliah dengan nyaman.
Keenam, bagi yang masih menjalani daurah lughah segera menyelesaikannya, jangan larut di dalamnya, kita harus bersabar dengan sulitnya daurah supaya bisa mengejar perkuliahan. Banyak sekali insiden beberapa mahasiswa tertahan di daurah lughah, tidak bisa mengikuti ujian alasannya yakni bermasalah dengan kehadirannya di daurah lughah tersebut, sehingga tidak lulus. Hal ini sangat disayangkan, padahal apalah arti sedikit kelelahan demi Al-Azhar, demi orang tua, demi kerabat yang telah meletakkan tangan mereka di atas bahu kita, kita harus berjuang.
Ketujuh, segera membeli muqarrar (diktat) kuliah, alasannya yakni muqarrar bisa saja cepat habis, akan kembali dijual dikala ujian sudah dekat, jangan hingga kita menghabiskan satu semester kuliah tanpa muqarrar. Ingin meminjam kepada teman pun niscaya menyusahkan mereka dalam proses belajar, dan sulit bagi kita pula.
Kedelapan, menikmati setiap proses, baik di perkuliahan maupun kehidupan di Mesir secara umum. Kita harus menikmati setiap proses yang ada, bukan tidak serius, kita harus tetap serius, tapi bila proses tidak dinikmati maka kita hanya akan mengeluh, berhadapan dengan dilema itu biasa. Tanah rantau tak seindah namanya, bila tanah perantauan itu indah, mungkin tidak banyak orang sukses hari ini, kita harus bertahan dan berjuang.
Penyakit utama dalam rantau yakni rindu kampung, bagi mereka yang bisa menghadapinya, maka akan bertahan. Sebaliknya, bagi mereka yang tak bisa sembuh dan seluruh benaknya digerogoti basil rindu, maka akan pulang ke kampung halaman dengan gelar yang menyakitkan, yaitu “orang-orang yang kalah”. Nikmatilah setiap proses perjuangan.
Kesembilan, menjaga mentalitas Al-Azhar. Ketika telah resmi masuk ke Al-Azhar, namanya terpampang pada diri kita, sebiasa apapun kehidupan kita disini, wajah-wajah di kampung halaman tetap memandang kita luar biasa. Mau tidak mau, nama Al-Azhar yang terpampang pada diri kita harusnya terimplementasi menjadi susila yang baik. Sekurang-kurangnya kita harus menjaga budbahasa dan norma dalam kehidupan, menyerupai bersosialisasi, hubungan lawan jenis, dan lain sebagainya.
![]() |
Sumber foto: Instagram @zulkifli.patani |
Sesuatu yang harus dijauhi yakni nama Al-Azhar kotor alasannya yakni sikap kita, egoisme kita yang menganggap apa yang kita lakukan tidak berefek pada pihak lain harus dibuang jauh-jauh. Mentalitas lain yang tak kalah penting yakni niali-nilai yang Al-Azhar anut harus kita jaga baik-baik. Secara teologi Al-Azhar menganut paham Asy’ari, secara ibadah Al-Azhar bermazhab yang empat, dan secara akhlak, Al-Azhar menganut Tasawuf yang sehat. Al-Azhar selalu menekankan moderasi dalam setiap langkahnya, keberagamaan orang-orang Al-Azhar selalu menjunjung tinggi perdamaian dan toleransi, kita harus meyakini hal-hal tersebut. jangan hingga kita keluar dari Al-Azhar tapi berlawanan dengan Al-Azhar itu sendiri, itu namanya tidak tahu terima kasih.
Kuliah yakni satu dari sekian banyak bentuk perjuangan, kita tentu ingin pulang ke kampung halaman dengan gelar “pemenang”, yang lebih mulia lagi, kita balasannya meraih sebuah kepantasan dalam memberikan risalah Islam yang direpresentasikan oleh Al-Azhar, memberikan pesan-pesan penuh perdamaian ke negeri kita. Pada akhirnya, yang mengerucutkan semua poin yang tadi yakni “perjuangan”. Kita tentu tidak ingin pulang dengan gelar “orang-orang yang kalah”. Ingin mendapatkan hal manis tanpa pengorbanan? Silahkan pulang, anda telah kalah, alasannya yakni sejatinya usaha berarti pengorbanan. Selamat kuliah. Waallahu a’lam.
*Penulis yakni Mahasiswa Tingkat 2 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.