Masuknya efek Hindu ke dalam budaya dan etika istiadat masyarakat Aceh, disebabkan lantaran terjadinya korelasi di masa lampau antara Aceh dan India. Sehingga ada beberapa iktikad masyarakat Aceh yang dianggap potongan dari unsur kebudayaan Hindu, juga terus dipelihara oleh masyarakat Aceh hingga kini. Seperti peusijuek (tepung tawari), upacara boh gaca (memberi inai), khanduri blang (syukuran ke sawah), upacara peutron aneuk (turun anak) dan lain sebagainya.
Namun, semenjak masuknya agama Islam ke Aceh, iktikad tersebut telah diubahsuaikan dengan nuansa keislaman. Dimulai dengan basmalah, berisi doa-doa, dan shalawat ke atas Nabi Muhammad Saw.
Peusijuek disebut juga tepung tawari. Peusijuek secara bahasa diambil dari kata sijuek yang berarti dingin, dan diawali dengan kata peu yang artinya menciptakan sesuatu menjadi. Secara keseluruhannya berarti menciptakan sesuatu menjadi hambar atau mendinginkan. Yaitu mendinginkan suasana hati dari kekacauan, dengki, iri hati dan penyakit hati lainnya.
Biasanya peusijuek dilakukan dalam bentuk rasa syukur, mengharapkan keberkahan, sebuah bentuk kehormatan, atau ungkapan maaf serta izin pamit bagi yang ingin berhaji. Hanya lantaran dilakukan secara bebuyutan ritual ini menjadi sebuah etika atau kebiasaan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat.
![]() |
Sumber foto: kumparan.com |
Proses peusijuek ini juga telah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. ketika menikahkan Siti Fatimah dengan Sayidina Ali. Rasulullah mengambil air dan memercikkan ke dada keduanya. Hal ini bisa dikatakan praktek peusijuek sudah ada di masa Rasulullah, hanya saja beda cara melakukannya lantaran berbeda budaya. Namun mempunyai arti yang sama lantaran didasari dengan nilai-nilai keislaman. Makara aturan peusijuek itu boleh selama belum ada larangan yang menyampaikan ketidakbolehannya. Dengan kaidah “ الأصل في الأشياء الإباحة ”, artinya asal segala sesuatu ialah boleh.
Peusijuek dapat dilakukan dalam aneka macam macam ritual. Seperti pada perkawinan, sunat Rasul (khitanan), naik haji, punya rumah baru, punya kendaraan gres dan lain-lain. Peusijuek juga dilakukan ketika adanya pergantian seorang pemimpin dari perangkat desa hingga gubernur bahkan setiap ada tamu kebesaran kawasan juga adanya ritual peusijuek.
Dalam anggapan masyarakat Aceh, peusijuek memiliki banyak makna. Juga sebagai sebuah simbolik kebudayaan yang terus dilestarikan oleh masyarakat Aceh. Ada beberapa jenis masakan dan tanaman yang dipakai dalam rangkaian peusijuek. Setiap unsur tersebut dikaitkan atau disimbolkan dengan hal tertentu.
![]() |
Sumber foto: nasional.republika.co.id |
Biasanya juga proses peusijuek dilakukan oleh orang yang sudah tua, dituakan atau juga teungku (ustad) yang tahu makna tujuan dilakukan peusijuek beserta doa-doa yang dibacakannya. Salah satu ritual peusijuek ialah untuk orang yang akan menunaikan haji.
Bagi seorang muslim, haji ialah rukun Islam yang kelima. Ibadah ini didasari atas kemampuan dari banyak aspek termasuk bisa dari segi finansial dan kesehatan. Bahkan dari segi finansial itu sendiri tidak hanya bisa untuk diri sendiri melainkan juga mempunyai kecukupan untuk keluarga yang ditinggalkan. Untuk ketika ini pun diharapkan penantian waktu yang terbilang usang yakni sekitar 20 tahun semenjak awal masa pendaftaran.
Setelah masa penantian itu berakhir, diberikan kesempatan untuk berhaji, masyarakat menganggap bahwa itu ialah sebuah kehormatan besar. Sehingga diadakanlah sebuah peusijuek. Peusijuek ini tidak hanya dilakukan sebelum para jamaah diberangkatkan tapi juga sesudah kepulangannya.
Sebelum berangkat, peusijuek dilakukan sekitar sebulan hingga dua ahad terakhir menjelang keberangkatan. Pada ketika itulah ekspresi dominan peusijuek diadakan di aneka macam daerah. Bahkan ada sebagian orang yang mempunyai ruang lingkup yang luas dalam artian banyak relasi, ia tergolong mengikuti rangkaian peusijuek ini beberapa kali. Seperti di kampung, tempat kerja, komunitas dan di tempat lainnya.
Pada ketika jamaah haji pulang, sesudah selesai melaksanakan ibadah rukun haji dengan sempurna, mereka akan disambut hangat serta haru oleh keluarga dan kerabat yang tiba menjenguk. Di ketika ini juga ada beberapa masyarakat yang mengadakan peusijuek atas rasa syukur telah selamat hingga kembali ke tanah air dan tempat tinggalnya.
*Penulis ialah Mahasiswi Fakultas Syariah Islamiyah wal Qanun Universitas Al-Azhar Kairo.