Thursday 10 October 2019

Darul Lughah Di Indonesia Lebih Efektif Dan Unggul?

Oleh: Haris Akbar Zahari*
Wisudawan/wati KMA Mesir Universitas Al-Azhar. (Foto: Dok. KMA Mesir)
Darul Lughah Al-Azhar (Markaz Shekh Zayed Lita'limil Lughah Al-'Arabiah) merupakan wadah penampungan wafidin (mahasiswa asing) non-Arab untuk mendalami dan menekuni ilmu Bahasa Arab sebelum masuk ke dunia perkuliahan Universitas Al-Azhar. Calon mahasiswa akan mengikuti ujian tahdid mustawa (ujian penentuan tingkat) untuk melihat kemampuannya berbahasa Arab, hasil tersebut nantinya akan menentukan mustawa (tingkatan) ke berapa seseorang akan memulai pembelajaran bahasanya di Darul Lughah, secara umum ada 7 tingkatan.

Baru-baru ini Universitas Al-Azhar Kairo berencana ingin membuka Darul Lughah di Indonesia pada tahun 2019 ini. Namun, bagi sebagian orang kabar ini justru menjadi sebuah kemalangan karena beberapa faktor. Apakah langkah ini ialah sebuah prestasi yang harus diakui, atau malah menjadi bencana yang sepatutnya ditangisi? Untuk menjawab hal itu kita harus melihat beberapa aspek, nilai kelebihan, dampak kerugian dan efektivitas. 

Dari segi kelebihan, Darul Lughah yang bangun di Kairo teramat menguntungkan, selain bisa mencar ilmu Bahasa Arab fushah, calon mahasiswa gres (Camaba) juga bisa mencar ilmu Bahasa Arab ammiyah Mesir. Semangat untuk berbaur dengan masyarakat juga menjadi aspek yang cantik untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Arab, baik fushah atau ammiyah di lingkungan masyarakat. Hal itu merupakan sebuah bonus lebih dari alam untuk semua wafidin yang tiba ke Mesir, alasannya pada hakikatnya pelajar Indonesia yang mencar ilmu di luar negeri mempunyai perkara dalam komunikasi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan luar.

Secara umum mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri kesulitan dalam bersosialisasi alasannya perbedaan bahasa, tabiat dan budaya. Begitu pula dengan kehidupan Camaba di Mesir, keberadaan Darul Lughah di Mesir sendiri menyediakan waktu yang berharga untuk mengambil kesempatan mengenal Al-Azhar, Kairo dan Mesir lebih dalam lagi, sebelum Camaba menjerumus masuk ke dunia perkuliahan Al-Azhar yang benar-benar memerlukan tenaga dan semangat mencar ilmu yang tinggi semoga tidak kewalahan. 

Biaya hidup juga menjadi sesuatu yang patut diperhatikan dalam menelusuri Negeri Kinanah dalam rangka menuntut ilmu, walaupun biaya hidup di Mesir terkesan lebih murah daripada biaya hidup di Indonesia, Camaba juga dilarang memandang sebelah mata terhadap hal ini. Biaya hidup yang dimaksud sudah termasuk biaya sewa imarah (rumah), uang makan, membeli kitab dan lainnya. Salah satu cara ideal untuk mengatasi hal ini ialah dengan memerhatikan kehidupan dan kebutuhan di Kairo, terutama sebelum masuk masa kuliah. Kalau Mahasiswa yang gres tiba dari Indonesia eksklusif memulai perkuliahan, mereka akan resah untuk menimalisirkan biaya hidup semurah mungkin. 

Mesir ialah negara dengan empat musim, sangat berbeda dengan Indonesia yang mempunyai suhu yang menengah. Sering sekali Camaba yang tiba ke mesir akan terkejut dengan suhu yang berbeda-beda di setiap musimnya dalam setahun, pembiasaan ialah tanggapan yang terbaik. Lalu kapan? Tentu saja ketika masa perkuliahan belum di mulai, yaitu ketika masa pembelajaran bahasa di Darul Lughah. Bayangkan kalau mahasiswa Indonesia tiba ke Mesir ketika ekspresi dominan masbodoh dan eksklusif disibukkan dengan kuliah, nah tentunya badan yang belum menyesuaikan diri dengan suhu ini akan menjadikan mereka jatuh sakit, sehingga banyak mata kuliah yang tertinggal. 

Minat dan semangat belum dewasa muda Indonesia untuk kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo sudah menembus batas maksimal, betapa tidak? Di tahun 2018 jumlah penerima yang mendaftar mencapai 7.527 penerima dari seluruh Indonesia, ibarat dimuat situs Kemenag. Peserta yang lulus berkisar sebanyak 1.950 orang. Kuantitas yang terus bertambah tiap tahun ini memicu inspirasi untuk menggagas diadakannya Darul Lughah cabang Al-Azhar di Indonesia, tepatnya di Jakarta untuk tahun ini. 

Darul Lughah yang akan bangun di Indonesia juga menjanjikan kualitas yang tidak kalah dengan pusatnya di Kairo, bahkan kurikulum, metode dan bahan yang akan disuguhkan  akan sama. Sebagian guru yang akan mengisi pembelajaran dan pengurusan juga akan didatangkan eksklusif dari Mesir, hal ini menambah keyakinan khalayak ramai terhadap kualitas cabang Darul Lughah di jakarta.

Wisudawan/wisudawati Universitas Al-Azhar Kairo. (Foto: Dok. KMA Mesir)
Dalam rencananya, pihak Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) juga akan menggagas keefektifan dan keunggulan yang lebih mencolok, di antaranya kalau di Kairo mereka mencar ilmu selama 4 jam sehari, 5 hari seminggu, di Jakarta nanti bisa lebih diintensifkan, contohnya 6-8 jam sehari, 6 hari seminggu. Sehingga 1 level yang harusnya 1,5 bulan bisa disingkat menjadi 1 bulan saja. Hal ini disampaikan sendiri oleh Romli Syarqowi, pengurus OIAA Indonesia. 

Keunggulan lainnya ialah sistem asrama wajib bagi seluruh calon mahasiswa baru. Hal ini dicetus guna untuk memfokuskan penguasaan bahasa. Nantinya Camaba akan mempraktekkan Bahasa Arab di asrama, tidak hanya di kelas mencar ilmu Darul Lughah, sebagaimana ketika ini terjadi di Kairo. Bahkan di Mesir sendiri, sistem asrama tidak diwajibkan lagi ibarat tahun yang lalu, mahasiswa kedatangan 2018 berhak menentukan untuk menetap di Asrama atau di rumah. Sistem asrama ini dijamin akan menciptakan keunggulan dan terobosan-terobosan yang baru. 

Dengan mengikuti Darul Lughah cabang Indonesia, Camaba yang tiba ke Mesir tidak perlu menunggu beberapa bulan atau bahkan setahun untuk masuk kuliah ibarat yang terjadi sebelumnya. 


Pelaksanaan kelas persiapan bahasa Arab di Indonesia juga dipastikan akan banyak menuntaskan perkara calon mahasiswa di Mesir yang berkaitan dengan keamanan, izin tinggal, disorientasi dan perkara lain yang bisa merugikan calon mahasiswa itu sendiri 

Pada akhirnya, keputusan pihak Al-Azhar dan pihak Indonesia menerima apresiasi yang cantik di kalangan mahasiswa Indonesia di Al-Azhar, tapi juga menerima banyak kritikan dan saran terkait pemindahan Darul Lughah ke Indonesia, hal ini tentu berada pada kesimpulan mata masing-masing yang memandang dari sudut yang berbeda, sehingga keputusan ini bisa menjadi prestasi atau malah bencana kita semua.[]

*Penulis ialah mahasiswa Darul Lughah Al-Azhar.
banner
Previous Post
Next Post