Sunday 22 December 2019

Sejarah Perkembangan Hadis Dan Ilmu Hadis

Foto: Ilustrasi (Google Image)
Oleh: Ahmad Qusyairi*


Tidak sanggup dipungkiri bahwa kurun kedua hingga kurun keempat hijriyah merupakan masa keemasan perkembangan hadis dan ilmunya. Di masa ini, terutama kurun ketiga banyak bermunculan ulama-ulama hadis.

Banyak ulama besar hadis yang kitab-kitabnya menjadi pegangan umat Islam hingga hari ini, menyerupai Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), Shahih Imam Bukhari (w. 256 H), Shahih Imam Muslim (w. 261 H), Sunan Abi Daud (w. 275 H), Sunan At-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan An-Nasa’i (w. 303 H), Sunan Ibn Majah (w. 275 H).

Ada juga kitab hadis yang berafiliasi dengan tema tertentu, menyerupai kitab hadis yang hanya mengumpulkan hadis shahih saja menyerupai kitab Shahih Bukhari dan kitab Shahih Muslim, dan ada juga yang hanya mengumpulkan hadis mursal menyerupai kitab Al-Marasil karya Abu Daud. Ada yang hanya mengumpulkan hadis nasikh wa mansukh, menyerupai kitab Nasikh wa Mansukh karya Imam Ahmad bin Hambal, dan Nasikh wa Mansukh karya Abu Daud.

Sebagian ulama ada yang mengumpulkan hadis-hadis yang tampaknya saling bertentangan dalam pemahaman antara satu sama yang lain, lebih dikenal dengan Mukhtalaf Al-Hadist dan Musykil Al-Hadis karya Imam Syafi’i (w. 204 H).

Pada masa ini, ulama belum begitu banyak dalam berbicara pengertian-pengertian atau definisi. Sebagai misalnya Imam Bukhari dan Imam Muslim belum merincikan dengan terperinci pengertian hadis shahih, atau bagaimana kriteria hadis shahih.

Bisa dikatakan ulama yang pertama menulis ilmu musthalah hadis dalam pengertian dikala ini yaitu Imam Syafi’i ketika dia menulis kitab Ar-Risalah. Meski kitab ini mebicarakan ihwal Usul Fiqih tetapi di dalamnya terdapat kaidah-kaidah ilmu hadis, menyerupai syarat-syarat hadis yang dijadikan hujjah, kehujjahan hadis ahad, syarat-syarat kesiqahan seorang rawi, aturan meriwayatkan hadis dengan maknanya saja, aturan riwayat hadis rawi mudallis dan lain-lain.

Imam Syafi’i berbicara hal ini dalam kaitan hadis menjadi sumber aturan sumber hujjah dalam pengambilan hukum.

Hal yang sama juga dinukilkan oleh Imam Muslim dalam muqaddimah kitab Shahih-nya. Imam Tirmidzi juga menuliskan sedikit pengertian dan kaidah-kaidah ilmu musthalah hadis dalam kitabnya Al-Ilah As-Shaghir yang dia letakkan pada final belahan sunan beliau.

Para ulama mulai menuliskan ilmu musthalah hadis pada kurun keempat hijriyah di mana masa pengumpulan hadis dalam satu kitab sudah jarang atau sudah tidak ada lagi.

Orang yang pertama menulis kitab mushtalah yaitu Al-Qadhi Abu Muhammad Raamahurmuzi (w. 360 H) dalam kitab Al-Muhaddist Al-Fashil Baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Di sana dia juga merincikan adab-adab seorang rawi hadis.

Ulama selanjutnya yaitu Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdurrahman Al-Hakim An-Naisaburi (w. 405 H) dia menulis kitab yang berjudul Ma’rifah Ulum Al-Hadis. Imam Al-Hakim mengumpulkan paling tidak 52 belahan ‘ulum al-hadis. Kitab Imam Al-Hakim ini sudah cukup sesuai dengan yang sebelumnya.

Adapun ulama yang cukup komplit yang menulis musthalah hadis yaitu Imam Al-Khatib Al-Baghdadi Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit Asy-Syafi’i (w. 463 H), dia menulis beberapa kitab ihwal ilmu musthalah hadis. Banyak ulama setelah dia mengambil banyak faedah dari karya-karya beliau.

Ulama selanjutnya yaitu Al-Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahshabi Al-Maliki (w. 544 H) dia menulis kitab Al-Ijma’ ila Ma’rifah Ushul Ar-Riwayah wa Taqyid As-Sama’. Kemudian Al-Hafidh Abu Umar Ustman bin Shalah Asy-Syahrazuri (w. 643 H) dalam kitabnya ‘Ulum Al-Hadits atau lebih populer dengan nama Muqaddimah Ibnu Shalah.

Ibnu Shalah telah merincikan seluruh cabang ilmu musthalah dalam satu kitab, sekitar 65 duduk kasus ilmu musthalah hadis dia tulis. Kemudian setelah dia banyak kalangan ulama meringkas atau mensyarahkan kitab dia ini.


*Penulis yaitu mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Al-Azhar, Kairo.

banner
Previous Post
Next Post