![]() |
Google Image |
Oleh: Muhammad Daud Farma
Mahasiswa kepompong dan kupu-kupu
Membaca judulnya saja kita sudah ingin tau dan tertarik. Memang ditarik, apa yang di tarik? Hati, jiwa, semangat dan hasrat kita untuk ingin membacanya. Antum penasaran?
Sabar dulu! Kalau kita pribadi ke intinya, pastinya tidak seru. Seperti Antum menonton sebuah film kalau Antum pribadi memotong ke tengah, niscaya filmnya tidak seru. Atau Antum membaca sebuah nonvel, kalau antum tidak sabar membaca dan mengikuti ceritanya dari awal, niscaya juga tidak seru dan Antum akan menentukan membaca novel yang lainya.
Atau game Angry Bird, kalau lah Antum pribadi ke level yang tinggi, atau high level (kata orang Inggris), Antum bisa jadi akan bermain asal-asalan dengan melemparkan burungnya ke arah yang salah dan meledak bukan di sasaran. Nah, begitu juga dengan yang satu ini, kalau Antum tidak mengikutinya dari pertama, yah nggak nyambung nantinya.
Sepertinya antum sudah kepingin banget deh untuk cepet-cepet tau perihal apa yang akan ana tulis? Makanya jangan lewatkan adegan di bawah ini.
Mahasiswa kepompong dan kupu-kupu. Mendengar kata kupu-kupu, Antum niscaya membayangkan seekor binatang yang cantik, indah dan menggemaskan, benar kan? Kupu-kupu yang Anda bayangkan umumnya banyak orang yang menyukainya, banyak orang yang suka melihat dan ingin menangkapnya.
Begitu juga mendengar kepompong, tentunya Antum juga membayangkan seekor ulat yang dibalut persis sebuah permen head tahun 70-an yang berwarna hitam. Antum membayangkan ibarat pocong yang dibalut dengan kain kafan yang berbentuk lonjong dan diikat di atas kepala dan di kakinya, dan juga ibarat mirip mumi Fir’aun yang ada di dalam Piramida.
Hihi, angker bukan?
Tapi jangan dibayangkan ya, nanti Antum ketakutan melihat kepompong, padahal kan itu hanya seekor ulat.
Makara jangan bahagia dan takut dulu mendengar kedua-duanya. Senang sebab mendengar kupu-kupu dan takut mendengar kempong. Karena kalau Antum takut duluan, nanti Antum gak jadi melanjutkan membaca.
Masih ingin tau kan? Kita lanjut ya.
Antum aib nggak kalau disebut sebagai mahasiswa kepompong dan kupu-kupu? Atau Antum malah senang? Senang mendengar nama kupu-kupu yang cantik, indah dan menggemaskan? Atau juga bahagia kedua-duanya?
Mahasiswa kupu-kupu yakni mahasiswa yang 'kuliah pulang-kuliah pulang'. Masih bahagia kah dengan sebutan ini? Yang ini masih bisa kita kategorikan dalam hal yang bagus. Walaupun dalam level yang rendah (lower level). Karena masih lebih baik mau kuliah, walaupun cuma kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang).
Tapi, apakah hanya itu yang kita mampu, yang kita sanggup, yang kita bisa? Apakah hanya rutinitas itu saja yang bisa kita jalani? Sedangkan betapa banyaknya waktu yang luang kita sia-siakan!
Dan yang amat kita sedihkan lagi ialah kalau kita termasuk mahasiswa kepompong. Kita sudah mengetahui bagaimana umumnya kupu-kupu, binatang yang elok dan indah. Sedangkan mahasiswa kepompong mahasiswa yang kerjanya hanya membalut diri dengan selimut tebal, dan mengurung diri di dalam rumah.
Dari malam, pagi, siang dan malam kembali, beliau masih di dalam sarangnya, beliau masih betah di dalam selimutnya yang tebal untuk menghabiskan waktu-waktunya, menghabiskan sebagian umurnya, menunggu ujian kuliah tiba, menunggu berjalan dan berakhirnya waktunya untuk program wisudanya, menunggu ijazah yang sangat ia banggakan dan pulang dengan membawa gelar akademisi yang ia jadikan sebagai perantaran untuk mendapat kerjaan.
Selain mahasiswa kepompong, ada jenis lainnya. Mahasiswa ibarat ini disebut sebagai mahasiswa yang hanya mencari ijazah dan akademik yang tinggi, bukan mencari ilmu yang banyak dan bermanfaat!
Orang yang ibarat inikah yang diperlukan bangsa kita. Inikah yang di harapkan masyarakat nantinya? Inikah yang diperlukan kedua orang tua? Mahasiswa kepompong telah mengurangi nilai-nilai sebagai mahasiswa, yaitu menuntut ilmu.
Sebagai mahasiswa, tidak seharusnya mengenal perkuliahan untuk mencari pekerjaan, baik mahasiswa dalam dan luar negeri, ibarat Mesir, misalnya. Mahasiswa Al-Azhar dikenal dengan sebutan Azhari, sudah sepatutnya mencontoh para ulama terdahulu sebagai panutan untuk menuntut ilmu, yang menghabiskan waktu-waktu luang dengan berguru bersama para syeikh yang sudah terpercaya keilmuannya.
Bertalaqqi, mengikuti tahsin qiraah, tahfizh Al-Quran, membaca diktat kuliah yang amat tebal dan harus menghafalnya mulai dari kulit depan, isi, dan hingga kulit belakang. Mengikuti kursus kaligrafi, mengikuti kursus bahasa, aktif organisasi dan masih aneka macam hal yang bermanfaat lainya yang bisa kita kerjakan. Apa saja selagi itu baik.
Bukankah itu yakni suatu perihal yang sangat baik dan banyak manfaatnya? Bukan malah tidur dengan membalut diri dengan selimut yang tebal.
Ingat, orang renta kita sangatlah berharap anaknya balik dengan membawa ilmu dan bisa segalanya, paling tidak, bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi orang lain. Orang lain saja bisa! Kenapa diri kita tidak bisa? Orang arab bilang sal dhamiirok (tanyakan hati kecil anda). Datang ke-Egypt mau apa dan mau jadi apa? Makara Fir’aun atau Musa? Mau mencari ilmu atau ijazah? Kalau ingin jadi orang yang di tunggu dan di harapkan masyarakat, ya ahlan dan kalau tidak juga ahlan.
Kata senior “Di bandara kedatangan Cairo International Airpot tertulis sebuah kalimat yang sangat besar, singkat dan padat yaitu ’’mislukum katsir’’(dulu, kini tidak ada lagi). Nah pertama kita hingga di Egypt sajapun sudah di kejutkan dengan kalimat ibarat itu, kalimat yang singkat, padat dan memiliki arti yang hebat, yang luas dan insyaAllah akan bermanfaat bagi orang yang mau memahaminaya.
Kembali ke pertanyaan, kita kemari niatnya apa dan mau jadi apa? Makara penjahat? Sudah banyak! Makara teroris? Sudah banyak! Makara raja online? Waw banyak bingizt! Makara raja tidur? banyak tau! Mau jadi ulama itu yang gak banyak.
Mau jadi penulis? Bagus”. Dan jujur penulis katakan, bergotong-royong penulis merasa gak percaya dirisaat menuliskan ini, sebab para penulislah yang seharusnya menuliskan ini. Penulis yang sudah unggul. Dengan karya-karyanya sudah mendunia.
Kembali ke Mahasiswa kepompong dan kupu-kupu. Antum tau apa penyebab timbulnya dua kalimat tersebut?
Orang Indonesia bilang malas, kata orang Egypt kaslan. Sifat malas menggoreskan kata-kata untuk The Cocoon and the Butterfly University Student itu terjadi. Sifat malas pulalah yang mengakibatkan lingkungan kita sebagai lingkungan kepompong.
Kita bergotong-royong juga sudah tau, tetapi untuk mengingatkan kembali bahwa malas yakni virus yang harus kita perangi. Ganti dengan semangat yang tangguh dan kuat, tidak kenal demam isu dingin, tidak kenal demam isu panas dengan kedua prahara demam isu yang kita rasakan.
Ingat dan jadikanlah nasehat orang renta kita sebagai motivasi belajar. Doa mereka begitu ikhlas untuk kita. Ingat, kita menjadi mahasiswa yakni untuk menuntut ilmu lillahi ta’ala, bukan untuk bermalas-malasan juga bukan hanya mencari ijazah. Insya Allah, virus yang bermerek atau bercap malas akan musnah, minimal dibasmi.
InsyaAllah kita bisa melawan sifat malas yang sudah membumi di dalam diri kita, dengan tajdi niyah dan bismilla. Dengan izin Allah kita akan meraih impian serta harapan kedua orang renta kita.
Cairo, 23 Desember 2014