Saturday, 4 January 2020

Tadabbur Alquran, Cara Dahsyat Meningkatkan Akidah (1)

 tidakkah kita ingin menguatkannya kembali  Tadabbur Alquran, Cara Dahsyat Meningkatkan Iman (1)
Sudah sejauh apa kita dengan Alquran? dikala kepercayaan di hati ini sudah diombang-ambingkan oleh hiruk pikuknya dunia, tidakkah kita ingin menguatkannya kembali? kepercayaan yang bisa menundukkan kesombongan, kepercayaan yang bisa menguatkan hati, dan kepercayaan yang bisa menciptakan air mata kembali mengalir di tiap istighfar. Bukalah Alquran, tadabburilah mutiara pelembut hati disana.

Penjelasan Tentang Iman


Membaca Al-Qur`an dan Mentadaburinya[1] ialah Cara Dahsyat untuk Meningkatkan Keimanan

Sobat, Anda Tahu kan bahwa Iman Itu Bisa Bertambah dan Berkurang?

Banyak terdapat keterangan dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menjelaskan pasang surutnya keimanan. Di samping itu, Al-Qur’an dan As-Sunnah juga menjelaskan pemilik kepercayaan yang bertingkat-tingkat martabatnya, sebagian mempunyai kepercayaan yang lebih tinggi daripada yang lain. Ada di antara mereka yang disebut assaabiq bil khairaat (terdepan dalam kebaikan), al-muqtashid (pertengahan) dan zhalim linafsihi (menzalimi diri sendiri). Ada juga al-muhsin, al-mukmin, dan al-muslim. Semua itu menunjukkan bahwa mereka tidak berada dalam satu martabat. Ini menunjukan bahwa kepercayaan itu bisa bertambah dan berkurang.[2] Oleh lantaran itu, ketika Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah menjelaskan wacana keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah wacana iman, ia mengatakan,

وَالْإِيمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ, وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ وَعَقْدٌ بِالْجَنَانِ, يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ, وَيَنْقُصُ بِالْعِصْيَانِ

“Iman ialah ucapan dengan lisan, amal dengan anggota badan, keyakinan (dan amal) hati. Ia sanggup bertambah dengan alasannya ialah ketaatan, dan berkurang dengan alasannya ialah kemaksiatan.”[3]
Siapa yang Gak Pengen Bertambah Imannya?

Sobat, perlu difahami bahwa menyukai perkara baik, menyayangi ketaatan, pengen kepercayaan bertambah itu ialah dambaan setiap orang yang benar keimanannya. Di samping itu, menyukai keimanan merupakan anugerah dari Allah Ta’ala untuk hamba yang disayangi-Nya.

Oleh lantaran itu, perbanyaklah  memohon kepada Allah Ta’ala supaya Dia menghiasi keimanan dalam hati Anda, simaklah firman Allah Ta’ala berikut ini,

 وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“Tetapi Allah menimbulkan kalian cinta kepada keimanan dan menimbulkan keimanan itu indah di dalam hati kalian serta menimbulkan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (QS. Al-Hujurat: 7).

Suka Iman Bertambah Saja? Tidaklah Cukup!


Sobat, cukupkah Anda suka masakan saja, tapi setiap hari tidak mau makan? Apakah cukup Anda suka uang saja, tapi tidak mau bekerja? Anda ingin sembuh, tapi gak mau berobat? Tentu tidak bukan? Dalam agama kita, orang  yang ingin berjumpa dengan Allah dan melihat wajah-Nya diperintahkan untuk bederma saleh.

Coba deh, simak Kalam Ilahi berikut ini,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya” (Q.S Al-Kahfi: 110).

Dengan demikian, tidak cukup seseorang hanya suka imannya bertambah, namun tidak mau berusaha menambah keimanannya?

Kalo mau bertakwa, ya laksanakan perintah Allah. Mau kepercayaan naik? Ya lakukan ketaatan kepada Rabb Anda!
Cara Dahsyat Meningkatkan Keimanan!

Syaikh Prof. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah di dalam kitabnya Asbab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi menyebutkan tiga cara dahsyat dalam meningkatkan keimanan, yaitu:
  1. Mempelajari ilmu yang bermanfaat, di antaranya ialah membaca Al-Qur`an dan mentadaburinya, mempelajari nama dan sifat Allah Ta’ala, memperhatikan keindahan agama Islam, membaca sirah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membaca dongeng Salafush Shaleh.
  2. Memperhatikan ayat-ayat Allah yang kauniyyah.
  3. Bersungguh-sungguh dalam bederma saleh, baik dengan hati, lisan, maupun anggota tubuh lahiriyah, termasuk berdakwah di jalan Allah Ta’ala dan menjauhi sebab-sebab yang mengurangi keimanan.
[Bersambung]Anda sedang membaca: “Cara Dahsyat Meningkatkan Keimanan”, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:

   Cara Dahsyat Meningkatkan Keimanan (1)
   Cara Dahsyat Meningkatkan Keimanan (2)

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id



[1]. Tadabbur ialah memperhatikan (memikirkan) lafazh supaya bisa memahami maknanya. [Ushulun fit Tafsir, Syaikh Al-Utsaimin, hal. 23]

[2]. Sumber: https://muslim.or.id/1993-iman-bisa-bertambah-dan-berkurang.html

[3]. Lum’ah Al-I’tiqad Al-Hadi ila Sabil Ar-Rasyad.

* Dipublikasi ulang dari Muslim.or.id"


Bertaubat, Alasannya Dikabulkan Doa (1)

Termasuk budbahasa yang agung dalam berdoa dan salah satu alasannya ialah dikabulkannya doa ialah seorang hamba mendahulukan taubat dari seluruh dosa-dosanya sebelum memberikan permohonan lainnya dalam doa kepada Allah Ta’ala, ia mengakui dosa-dosanya dan keteledorannya, serta meratapi dosa dan kesalahannya, lantaran bertumpuknya dosa, serta banyaknya kemaksiatannya merupakan alasannya ialah tidak dikabulkannya doa.

Dinukil dari Siyar A’lamin Nubala`: 13/15[1] bahwa Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:

“Janganlah engkau menganggap terlambat pengkabulan doa, padahal engkau telah menutup jalannya dengan dosa-dosa (mu)!”

Sebuah Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

ثم ذكر الرجل يطيل السفر ، أشعث أغبر ، يمدّ يديه إلى السماء : يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ، ومشربه حرام ، وملبسه حرام ، وغُذّي بالحرام ، فأنّى يُستجاب له ؟

“Kemudian ia (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) menyebutkan seseorang yang usang berpergian jauh, berserakan rambutnya dan berdebu. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas: ‘Ya Rabbi…Ya Rabbi…’, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, badannya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana doanya dapat terkabulkan?”. (HR. Muslim).

Imam Nawawi rahimahullah berkata :

“(Bahwa orang ini) usang bepergian dalam rangka beribadah kepada Allah, menyerupai haji, ziarah, bersilaturrahmi dan yang lainnya.”[2]

Baca juga:



Kalau seseorang safar yang usang dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala saja, kemudian ia berdoa, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menilai orang itu jauh dari terkabulkan doanya, bagaimana lagi dengan doa orang yang safar untuk tujuan bermaksiat?!

Oleh lantaran itu, maka barangsiapa yang ingin supaya Allah mengabulkan doa dan merealisasikan harapannya, hendaklah ia bertaubat dengan taubat nasuha dari segala dosa-dosanya.

Allah Jalla wa ‘Ala tidak keberatan sama sekali mengampuni dosa-dosa orang yang dikehendaki-Nya dan tidak keberatan memberi kebutuhan orang yang memohon kepada-Nya bagi orang yang Allah kehendaki.

Dahulu para nabi dan rasul (utusan) Allah Ta’ala mendorong dan menyemangati umat mereka untuk bertaubat dan istigfar, serta menjelaskan kepada umat mereka bahwa hal itu termasuk alasannya ialah dikabulkannya doa, turunnya hujan, banyaknya kebaikan, tersebarnya keberkahan pada harta dan anak.

Allah Ta’ala berfirman wacana Nabi Nuh ‘alaihis salam bahwa ia berkata kepada kaumnya:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارً

“(10) Maka saya katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, -sesungguhnya Dia ialah Maha Pengampun-,”

يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا

“(11) Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat.”

Allah Ta’ala berfirman:

وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“(12) dan membanyakkan harta dan bawah umur kalian, dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untuk kalian sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).

[Bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id

Catatan Kaki


Friday, 3 January 2020

Modal Dasar Berdoa Pada Allah (3)

Baca pembahasan sebelumnya Modal Dasar Berdoa pada Allah (2)

Agar Doa Dikabulkan

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan syarat dan watak yang penting dalam berdoa pada Allah.

Beberapa watak yang penting dalam berdoa dapat dirangkum sebagai berikut:


  1.     Kehadiran dan kosentrasi hati secara totalitas terhadap kasus yang diperlukan dalam doa.
  2.     Mencari waktu dikabulkannya doa.
  3.     Berdoa dengan hati yang khusyu’, merasa tak berdaya di hadapan Allah, merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya, serta lembut (dalam berdoa).
  4.     Menghadapnya hamba yang berdoa ke arah kiblat.
  5.     Dalam keadaan suci.
  6.     Mengangkat kedua tangan (memohon) kepada Allah.
  7.     Memulai (doanya) dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya.
  8.     Bershalawat untuk hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  9.     Memulai dengan bertaubat dan beristigfar (kepada Allah) sebelum menyebutkan keperluan (lainnya).
  10.     Menghadap kepada Allah, memelas dalam berdoa, dan merendahkan diri kepada-Nya
  11.     Menggabungkan harap dan cemas dalam berdoa kepada-Nya.
  12.     Bertawassul dengan nama dan sifat-Nya dengan mentauhidkan-Nya.
  13.     Mendahului doa dengan bersedekah.
  14.     Memilih lafal doa yang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam beritakan bahwa lafal tersebut berpotensi untuk dikabulkan atau mengandung nama-Nya yang agung.


Maka doa yang ibarat ini tidak akan tertolak, hanya saja ada suatu kasus yang diwanti-wanti oleh para ulama, ialah seseorang yang sedang berdoa, di samping memenuhi watak dan syarat biar doa dikabulkan, juga perlu memenuhi konsekuensi dan penyempurna doa berupa berusaha dengan sungguh-sungguh mengambil lantaran untuk meraih kasus yang diminta dalam doanya.

Disebutkan dalam Majmu’ul Fawa’id waqtinashil Awabid, karya Ibnu Sa’di rahimahullah, “Permohonan hidayah kepada Allah itu menuntut (seseorang yang berdoa) melaksanakan seluruh lantaran yang dengannya diperoleh hidayah, baik berupa lantaran (mencari) ilmu maupun lantaran (mengamalkan) amal (shalih).

Permohonan rahmah dan ampunan kepada Allah, menuntut (seseorang yang berdoa) melaksanakan (seluruh) lantaran yang memungkinkan dengannya diperoleh rahmah dan ampunan, dan sebab-sebab tersebut telah diketahui dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.  Apabila seseorang yang berdoa mengucapkan

اللهم أصلح لي ديني الذي هــــو عصمة أمري ، وأصلح لي دنياي التي فيهـا معاشي … » (1) إلى آخره

“Ya Allah perbaikilah agamaku untukku yang dia merupakan benteng pelindung bagi urusanku dan perbaikilah duniaku untukku yang dia menjadi kawasan hidupku…(sampai selesai doa ini).”

(Maka) doa dan permohonan dukungan kepada Allah ini menuntut seorang hamba berusaha memperbaiki agamanya dengan mengenal kebenaran dan mengikutinya, serta mengenal kebatilan dan menjauhinya, serta menolak fitnah syubhat dan syahwat.

Doa inipun menuntut (seorang hamba) untuk berusaha dan mengambil lantaran yang dengannya menjadi baik urusan dunianya, dan sebab-sebab tersebut beraneka ragam sesuai dengan keadaan makhluk.

Kiat Istiqamah (7)

Kiat Keempat

“Istiqomah yang tertuntut yakni beribadah kepada Allah sesuai dengan sunah, apabila tidak bisa maka mendekatinya”

Agar seseorang bisa istiqomah, maka perlu memperhatikan dua perkara:

Pertama: Beribadah dan taat kepada Allah Ta’ala, serta berinfak shaleh sesuai dengan sunah (syariat Islam).

Kedua: Apabila tidak mampu, maka mendekati sunah (syariat Islam).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا

“Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah, dan tidaklah seseorang memperberat diri dalam beragama Islam kecuali ia akan terkalahkan (sendiri), maka bersikaplah kalian sesuai dengan (sunah) dan mendekatilah, serta bergembiralah!” (HR. Al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan makna
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ

“Sesungguhnya agama ini mudah” dengan mengatakan:

ميسر مسهل في عقائده وأخلاقه وأعماله ، وفي أفعاله وتُروكه

“(Agama Islam) ini mudah, lagi gampang, baik dalam akidah, akhlak, amal, dalam melaksanakan (perintah) maupun dalam perilaku meninggalkan (larangan)”.

Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, dia menyatakan:

والمعنى لا يتعمق أحد في الأعمال الدينية ويترك الرفق إلا عجز وانقطع فيغلب

“Maksudnya yakni tidaklah seseorang berlebihan dalam mengamalkan agama (Islam) dan meninggalkan perilaku pertengahan kecuali ia akan tak bisa dan terputus (amalannya), kemudian kalah!”

Sedangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَسَدِّدُوا

“Maka bersikaplah kalian sesuai dengan (sunah)”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan:

أي : الزموا السداد وهو الصواب من غير إفراط ولا تفريط ، قال أهل اللغة : السداد التوسط في العمل

“Maksudnya: tetaplah lurus (As-Sadad), yaitu benar tanpa melampui batasan (syariat) dan tanpa menguranginya. Ahli bahasa Arab berkata: As-Sadad yakni tengah-tengah dalam beramal”.

Syaikh Abdurrazzaq hafizhahullah menjelaskan makna  As-Sadad dengan mengatakan:

والسَّدادُ : أن تصيبَ السُّنَّة

“As-Sadad yakni anda (beramal) sesuai dengan sunah (syariat Islam).”

Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitabnya Jami’ul Ulum wal Hikam juga menjelaskan makna  As-Sadad:

فالسَّداد هو حقيقةُ الاستقامةِ ، وهو الإصابةُ في جميعِ الأقوالِ والأعمالِ والمقاصدِ كالَّذي يَرمي إلى غرضٍ فيصيبُه

“As-Sadad yakni hakekat dari istiqomah, yaitu: benar dalam seluruh ucapan, perbuatan dan niat. Ibarat orang yang membidik suatu sasaran kemudian tepat (bidikannya) mengenai sasaran tersebut”.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَقَارِبُوا

“Dan mendekatilah”

dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah:

أي : إن لم تستطيعوا الأخذ بالأكمل فاعملوا بما يقرب منه

“Maksudnya: apabila kalian tidak bisa melaksanakan amalan yang paling sempurna, maka lakukan amalan yang mendekatinya”.

Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitabnya Jami’ul Ulum wal Hikam menjelaskan makna “mendekati  (muqarabah)”:

والمقارَبة أن يُصيب ما يقرُب منَ الغَرض إنْ لم يُصِب الغَرَض نفسَه

“Mendekati yakni anda melaksanakan (amalan) mendekati tujuan (sunah), meski tidak tepat sesuai dengan tujuannya (sunah)”.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menjelaskan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَأَبْشِرُوا

“Serta bergembiralah!”,

أي : بالثواب على العمل الدائم وإن قل ، والمراد تبشير من عجز عن العمل بالأكمل بأن العجز إذا لم يكن من صنيعه لا يستلزم نقص أجره

“Maksudnya: bergembiralah dengan pahala atas amalan yang senantiasa terjaga meskipun amalan tersebut sedikit. Maksud perintah bergembira di sini yakni bergembira dikala tidak bisa melaksanakan amalan yang paling sempurna, bahwa ketidakmampuan itu kalau bukan sebab kesengajaan untuk meninggalkan (amalan paling sempurna), maka tidak berkonsekuensi berkurangnya pahalanya.”
[bersambung]
Daftar link artikel ini:

Saturday, 21 December 2019

Sikap Hamba Allah Seusai Ramadhan (1)

Sikap Hamba Allah Seusai Ramadhan (1)
Alamin telah menganugerahkan kepada kita kenikmatan berupa perjumpaan dengan bulan Ramadha Sikap Hamba Allah Seusai Ramadhan (1)


Bismillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Sobat! Rabbuna, Rabbul `Alamin telah menganugerahkan kepada kita kenikmatan berupa perjumpaan dengan bulan Ramadhan yang penuh barakah dan kebaikan, maka:
  1. Barangsiapa yang banyak menelantarkan bulan Ramadhan dan banyak melaksanakan kesalahan di dalamnya, bertaubatlah dan sibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Rabb-nya, sebagai ganti keburukan yang terlanjur dia lakukan, mulailah lembaran hidup baru. Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamtelah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani:
    وأتبع السيئةَ الحسنةَ تمحها
    “Iringilah keburukan dengan kebaikan, pasti kebaikan tersebut akan menghapuskannya.”
  2. Adapun barangsiapa yang telah Allah mudahkan bederma salih di ketika bulan Ramadhan, maka pujilah Allah dan mohonlah kepada-Nya biar amal shalih Anda diterima oleh-Nya, serta mohonlah kelanggengan dalam amal salih sehingga sanggup terus melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada-Nya dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:
    وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
    “Dan sembahlah Tuhanmu hingga tiba kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99).
Itulah tips secara umum bagi seorang hamba dalam meninggalkan bulan Ramadhan dan memasuki bulan Syawal. Adapun lebih lanjut, berikut ini beberapa tips yang perlu kita lakukan biar setiap kita menjadi hamba Allah yang semakin bertakwa, semakin dicintai oleh-Nya usai Ramadhan, semoga bermanfaat!

1. Bersyukur

Seorang hamba Allah yang baik, tentulah berusaha senantiasa mengingat nikmat-nikmat-Nya biar ia senantiasa bersyukur kepada-Nya sehingga meningkatlah kecintaan kita kepada-Nya. Saudaraku yang seiman! Kita tertuntut untuk bersyukur akan limpahan nikmat Allah sanggup berjumpa dengan bulan Ramadhan. Bukankah banyak dari saudara-saudara kita tidak sanggup lagi mendapat nikmat ini?
Kita tertuntut untuk bersyukur akan limpahan nikmat taufik dari Allah sehingga kita sanggup melaksanakan banyak sekali macam keta’atan kepada-Nya di bulan Ramadhan yang telah berlalu.
Bahkan saudaraku, kita wajib bersyukur -sebelum itu semua- bahwa kita dianugerahi kenikmatan sanggup berjumpa dengan bulan Ramadhan dan keluar darinya dalam keadaan beriman.
Saudaraku seiman! Kita semua butuh untuk memperbanyak hamdalah (pujian) kepada Allah yang telah memberi taufik-Nya kepada kita, sehingga kita sanggup menuntaskan banyak sekali macam ibadah pada bulan Ramadhan yang gres saja kita tinggalkan. Hati seorang hamba yang muwaffaq (yang mendapat taufik) benar-benar menghayati bahwa karunia fasilitas bederma shalih selama Ramadhan itu berasal dari Allah, maka layaklah kita berucap sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam,
قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Iapun (Nabi Sulaiman) berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah saya bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka bergotong-royong dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka bergotong-royong Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (An-Naml:40).
Bukankah prinsip hidup kita yaitu لا حول ولا قوة إلا بالله , “Tidak ada daya dan upaya (makhluk) kecuali dengan tunjangan Allah?” La haula wala quwwata illa billah adalah sebuah kalimat yang menggambarkan ketundukan dan kepasrahan kepada Allah Ta’ala dan mengandung pengukuhan bahwa tidak ada satupun pencipta dan pengatur alam semesta ini kecuali Allah, tidak ada satupun yang sanggup menghalangi kehendak Allah jikalau Dia menghendaki sesuatu terjadi dan bahwa mustahil seorang hamba menghendaki sesuatu kecuali hal itu dibawah kehendak Allah.
Maka nampaklah dalam kalimat yang agung ini, ketidakberdayaan makhluk di hadapan Rabbnya, bahwa keburukan apapun tidak akan mungkin dihindari melainkan jikalau Allah menjauhkannya darinya. Demikian pula, tidaklah mungkin seorang hamba sanggup mendapat atau melaksanakan sebuah kebaikan, menyerupai keimanan, shalat, puasa, mencari rezeki yang halal dan yang lainnya kecuali dengan tunjangan Allah ‘Azza wa Jalla.
Di sinilah nampak dengan terang letak kewajiban bersyukur kepada Allah dalam setiap kebaikan yang didapatkan oleh seorang hamba dan dalam setiap amal salih yang berhasil dilakukan oleh seorang hamba. Amalan salih sebesar apapun akan menjadi kecil di sisi kebesaran dan keagungan Allah ‘Azza wa Jalla dan kekuatan hamba sebesar apapun akan menjadi lemah di sisi kekuatan Rabbus samawati wal ardh, Tuhan semesta alam.

2. Istighfar

Tips yang perlu kita lakukan biar setiap kita menjadi hamba Allah yang semakin bertakwa dan semakin dicintai oleh-Nya usai Ramadhan yaitu beristigfar, memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Seorang hamba butuh memperbanyak istigfar atas kurang sempurnanya ia dalam melaksanakan semua bentuk peribadatan sebab bagaimanapun baiknya peribadatan yang kita lakukan pasti ada kekurangan. Demikianlah selayaknya kondisi seorang hamba setiap selesai melaksanakan ibadah, biar beristigfar kepada Allah atas segala kekurangan yang terjadi.
  • Tidakkah kita ingat bahwa setelah shalat disyari’atkan untuk istighfar 3 kali? Dalam sebuah hadits disebutkan,
    أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا انصرف من صلاته استغفر ثلاثاً
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jikalau telah selesai shalat biasa beristighfar tiga kali” (Shahih Muslim: 591).
  • Tidakkah kita tahu bahwa setelah ibadah wuquf di Arafah dalam ibadah haji Allah pun memerintahkan hamba-Nya untuk Istighfar? Allah Ta’ala berfirman:
    ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
    “Kemudian bertolaklah kau dari daerah bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah, bergotong-royong Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah:199).
  • Tahukah Anda nasihat disyari’atkan zakat fithri -di masyarakat kita dikenal dengan zakat fitrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan nasihat zakat fithri, sebagaimana tersebut di dalam hadits
    عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ  مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
    “Diriwatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kasus sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai masakan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka itu yaitu zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Id), maka itu termasuk sedekah” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al Albani).
    Zakat fithri disyari’atkannya pada simpulan Ramadhan setelah sekian banyak ketaatan sudah dilakukan oleh seorang hamba selama dua pertiga bulan Ramadhan. Ini arahan bagi kita biar setelah kita melaksanakan banyak sekali macam ketaatan setelah Ramadhan, tidak tertipu dengan ketaatan yang telah berhasil kita lakukan, bahkan justru mengingat kekurangan-kerungan kita dalam beribadah.
  • Tidakkah kita sadar setelah melaksanakan dua pertiga keta’atan pada bulan Ramadhan berupa shalat wajib,puasa, shalat Tarawih, baca Al-Qur’an dan lainnya, kemudian saatlailatulqadar, apakah yang kita ucapkan?
    اللهم إنك عفوٌّ  تُحبُّ العفوَ فاعفُ عني
    Ya Allah, bergotong-royong Engkau Maha Pemaaf, mengasihi maaf, maka maafkanlah kesalahanku” (HR. At-Tirmidzi dan yang lainnya, lihat: Shahih At-Tirmidzi).
  • Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan Rasul-Nya untuk beristigfar setelah menuntaskan secara umum dikuasai kiprah akbarnya memberikan risalah dakwah,sebagaimana dalam surat An-Nashr! Allah berfirman,
    إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
    (1)Apabila telah tiba tunjangan Allah dan kemenangan,
    وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
    (2)dan kau lihat insan masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
    فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
    (3)maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia yaitu Maha Penerima taubat.
Ulama menjelaskan bahwa demikianlah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bagaimana selayaknya kondisi seorang hamba tiap selesai melaksanakan ibadah, tidak tertipu dengan ibadah yang dilakukan, bahkan disyari’atkan bagi kita untuk menutup amal salih dengan istighfar.
Setiap hari hendaknya kita beristighfar kepada Allah dari segala dosa yang kita lakukan. Syari’at istighfar ini tidak hanya dilakukan setelah ibadah yang terkait dengan penunaian hak Allah, namun juga termasuk keta’atan lain berupa ihsan kepada sesama insan dan membantu insan dalam kebaikan. Hikmahnya yaitu biar tidak ada perasaan ujub atau merasa berbangga dengan jasa dan prestasi kebaikan, menganggap suci diri, sombong, dan silau dengan amal yang telah dilakukan, baik amal tersebut terkait dengan pemenuhan hak Allah maupun terkait dengan hak manusia.
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Wednesday, 18 December 2019

Musibah Ialah Sebab Dosa Kita (1)

Musibah Ialah Sebab Dosa Kita (1)
Berbagai peristiwa alam terjadi di negeri yang kita cintai ini Musibah Adalah Karena Dosa Kita (1)


Berbagai peristiwa alam terjadi di negeri yang kita cintai ini, dari mulai gempa, angin kencang, longsor, banjir, dan banyak sekali macam wabah penyakit serta banyak sekali bentuk krisis, baik krisis ekonomi, keamanan, maupun akhlak. Semua itu, satu persatu, silih berganti tiba menjelang, belum akibat tertangani problem yang satu, muncul problem yang lain.
Ada apa gerangan? Simaklah sebuah kabar yang mustahil salah dan pasti benarnya, yang berasal dari Allah Ta’alaAllah Ta’ala berfirman :
وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ
“Dan segala peristiwa alam yang menimpa kalian yaitu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)” (QS. Asy-Syuuraa: 30).
Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan,
وقوله وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم أي مهما أصابكم أيها الناس من المصائب فإنما هو عن سيئات تقدمت لكم ويعفو عن كثير أي من السيئات ، فلا يجازيكم عليها بل يعفو عنها، ولو يؤاخذ الله الناس بما كسبوا ما ترك على ظهرها من دابة
“Dan firman-Nya (yang artinya) dan segala peristiwa alam yang menimpa kalian yaitu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian maksudnya wahai manusia! peristiwa alam apapun yang menimpa kalian, semata-mata lantaran keburukan (dosa) yang kalian lakukan. “Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan kalian)” maksudnya yaitu memaafkan dosa-dosa kalian, maka Dia tidak membalasnya dengan siksaan, bahkan memaafkannya. Dan jika sekiranya Allah menyiksa insan disebabkan perbuatannya, pasti Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun (Faathir: 45) (Tafsir Ibnu Katsiir: 4/404).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas,
يخبر تعالى، أنه ما أصاب العباد من مصيبة في أبدانهم وأموالهم وأولادهم وفيما يحبون ويكون عزيزا عليهم، إلا بسبب ما قدمته أيديهم من السيئات، وأن ما يعفو اللّه عنه أكثر، فإن اللّه لا يظلم العباد، ولكن أنفسهم يظلمون وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وليس إهمالا منه تعالى تأخير العقوبات ولا عجزا.
“Allah Ta’ala memberitahukan bahwa tidak ada satupun peristiwa alam yang menimpa hamba-hamba-Nya, baik peristiwa alam yang menimpa tubuh, harta, anak, dan menimpa sesuatu yang mereka cintai serta (musibah tersebut) berat mereka rasakan, kecuali (semua peristiwa alam itu terjadi) lantaran perbuatan dosa yang telah mereka lakukan dan bahwa dosa-dosa (mereka) yang Allah ampuni lebih banyak.
Karena Allah tidak menganiaya hamba-hamba-Nya, namun merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Dan jika sekiranya Allah menyiksa insan disebabkan perbuatannya, pasti Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun, dan menunda siksa itu bukan lantaran Dia teledor dan lemah” (Tafsir As-Sa’di: 899).
Al-Baghawi rahimahullah menukilkan perkataan seorang tabi’in pakar tafsir Ikrimah rahimahullah,
ما من نكبة أصابت عبدا فما فوقها إلا بذنب لم يكن الله ليغفر له إلا بها، أو درجة لم يكن الله ليبلغها إلا بها .
“Tidak ada satupun peristiwa alam yang menimpa seorang hamba, demikian pula peristiwa alam yang lebih besar (dan luas) darinya, kecuali lantaran alasannya yaitu dosa yang Allah mengampuninya hanya dengan (cara menimpakan) peristiwa alam tersebut (kepadanya) atau  Allah hendak mengangkat derajatnya (kepada suatu derajat kemuliaan) hanya dengan (cara menimpakan) peristiwa alam tersebut (kepadanya)” (Tafsir Al-Baghawi: 4/85)
(Bersambung)
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id