Saturday 28 September 2019

Menyoal Perbedaan, Haruskah?

Oleh: Deffa Cahyana Harits*


(Image: desawarna.wordpress.com)

Tidak ada yang salah dengan perbedaan, yang salah yaitu keegoisan kita dalam memandang perbedaan. Percayalah! Sadar atau tidak, inilah yang sering terjadi pada kita di penghujung zaman ini. 

Perlu digaris bawahi, agama Islam melarang adanya perpecahan bukan perbedaan. Keegoisan dalam berpikir kemudian dibalut kebencianlah yang menciptakan hati keras dalam mendapatkan sebuah perbedaan. Perbedaan tidak akan berujung konflik selama tidak disertai dengan sentimen dan kebencian. 

Islam yaitu agama yang berisi anutan rahmatan lil ‘alamin (membawa rahmat bagi alam semesta). Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menjadi pedoman bagi kita semua dalam melaksanakan kebaikan (kemaslahatan). Tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw. yaitu untuk menyempurnakan akal pekerti yang luhur (akhlak al-karimah)

Segala akhlak al-karimah terhimpun dalam kepribadian Rasulullah Saw. Ketika Ummul Mukminin Aisyah Ra. ditanya oleh seorang sahabat; bagaimana budbahasa Rasulullah? Aisyah Ra. menjawab: “Akhlak Rasulullah itu al-Quran." Salah satu akhlaknya yang mulia yaitu perilaku dan tingkah laris dia yang menghargai perbedaan di antara sesama manusia. 

Ini terbukti bahwa perbedaan pendapat dan pandangan tak hanya terjadi pada dikala ini, akan tetapi sudah ada di antara para sobat yang kerap terjadi pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin. Tetapi kerendahan hati dan pikiran yang jernih, akhlak, keihklasan dan toleransi yang tinggi, tidak sombong dan merasa paling benar sendiri, menimbulkan para sobat saling bermusyawarah dan berdiskusi dalam menuntaskan banyak sekali dilema dalam perbedaan yang dihadapi umat Islam dikala itu. 

Perbedaan yaitu sunnatullah bagi manusia. Maka, tak heran lagi kalau dalam Islam sering dikatakan bahwa perbedaan itu yaitu potongan dari rahmat Allah Swt. Dan, alangkah meruginya ketika kita harus berselisih disebabkan oleh rahmat Allah Swt. 

Menyikapi setiap perbedaan 

Merasa paling benar. Tanpa kita sadari mungkin perilaku menyerupai ini pernah terselip di hati kita ketika menghadapi perbedaan. Padahal perilaku menyerupai ini yaitu akar dari kesombongan. Orang yang merasa benar akan sulit mendapatkan kebenaran. Bahkan, yang terjadi yaitu kekeliruan yang semakin dalam. Ya, lantaran yang terbesit di dalam hatinya hanyalah kalimat "Apa pun itu, akulah yang paling benar!"

Lalu mencari kebenaran, bukan pembenaran. Kebenaran dan pembenaran itu yaitu dua hal yang berbeda. Perbedaannya apa? Kebenaran yaitu buah dari perjuangan kita mencari kejelasan makna pada suatu tindakan, dilema dan permasalahan. Orang yang mencari kebenaran akan melihat secara objektif dan terbuka mendapatkan saran, kemudian mempertimbangkannya. 

Sedangkan pembenaran yaitu alasan-alasan subjektif yang dijadikan sebagai alat mempertahankan pendapat. Orang yang gigih mencari pembenaran tidak akan terbuka mendapatkan saran dan kritik. Baginya dialah yang paling benar. 

Menghindari perdebatan. Dalam islam, ini disebut dengan “Jidal”. Berdebat. Di dalam buku “Seni Berbeda Pendapat” karya Dr. Abdullah bin Ibrahim At-Thariqi dijelaskan secara gamblang apa-apa saja yang harus kita lakukan dalam hal perbedaan pandangan ini. Kalau yang diperdebatkan itu memenuhi syarat, silahkan. Tetapi dengan catatan tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi kebenaran, bukan memenangkan kelompok semata. 

Ada pula ternyata hal-hal yang dihentikan diperdebatkan. Apa itu? Hal-hal yang sudah terang hukumnya dari Allah Swt. dan dipercontohkan oleh Rasulullah Saw. 


Maka bijaksana yaitu sifat yang harus ada pada diri kita dalam menyikapi perbedaan lantaran pada hakikatnya dengan perbedaan itulah Allah Swt. mengasah kearifan dan kedewasaan kita. Ingatlah, iman telah menyatukan kita. Lantas, relakah kita bercerai-berai sehabis dipersatu-padukan oleh Islam? 

Semoga tercipta ukhwah di antara kita. Ukhwah yang dilandasi oleh iman. Ukhwah yang menimbulkan kita besar lengan berkuasa menyerupai bangunan. Tinggi menjulang yang kokoh setiap sudut dan sisinya. Jangan biarkan dalam badan kita mengalir darah kebencian hanya lantaran sebuah perbedaan.[]

*Penulis merupakan mahasiswi tingkat 1 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
banner
Previous Post
Next Post