Wednesday 20 May 2020

Tata Cara Niat Dan Bacaan Doa Setelah Sholat Istikharah Untuk JodohOleh Pahala-Online

pahala-online - Terkadang kita sering menghadapi banyak sekali macam mas'alah yang memiliki urgensi(tingkat kepentingan)yang sama bagi kita .Kita pun ingin memohon secara istikharah, namun galau bagai mana tata caranya. Mudah mudahan dengan adanya gesekan pena ini jadi jalan pintas untuk memudahkannya tata cara shalat istikharah yang benar sesuai dengan fatwa Rosululloh SAW.

Shalat istikharah ialah merupakan shalat sunat yang harus dikerjakan dikala waktu seseorang hendak memohon petunjuk pada Alloh, untuk menentukan keputusan yang benar waktu dihadapkan kepada beberapa pilihan yang kita ragukan alasannya ialah dengan Istikharah kita akan menerima petunjuk yang mengarah kepada permas'alahan kita baik atau buruknya itu sanggup kita fahami, namun waktu shalat istikharah lebih utama dilaksanakan pada malam hari tapi sanggup uga di laksanakan pada siang harinya di waktu pagi menyerupai melaksanakan sholat idul fitri dan sholat dhuha uga sholat sunnah lainnya, asal angan pada waktu yang di haramkan untuk melaksanakan sholat.

Sebelum datangnya Islam,masyarakat jahiliyah yang mana pada waktu itu bila mana seseorang punya keinginan maka mereka datanglah ke azlam yang berada dekat baitulloh untuk menentukan keinginanya baik atau buruknya mereka selalu menggantungkan nasibnya setiap akan memulai pekerjaan apapun, tapi sehabis Islam tiba maka cara yang menyerupai itu diganti dengan adanya shalat istikharah. Nah untuk itu semoga kita tau bagai mana sholat istikharah maka kami di sini akan menyebarkan Ilmu dengan tema Tata Cara Shalat Istikharah lengkap Dengan Doanya menyerupai dibawah ini:

 Terkadang kita sering menghadapi banyak sekali macam mas Tata Cara Niat Dan Bacaan Doa Sehabis Sholat Istikharah Untuk Jodoh oleh pahala-online

Tata Cara Melaksanakan Shalat Istikharah
Sebelum kita melaksanakan Shalat istikharah sebaiknya kita terlebih dahulu kosongkan pikiran dan hati kita dari kecondongan kepada salah satu pilihan dengan cara perbanyak beristighfar semoga dijauhi dari banyak sekali bisikan setan.

1. Istikharah dilakukan dikala seseorang bertekad untuk melaksanakan satu hal tertentu. Artinya memang benar-benar butuh derma Allah dalam menentukan pilihan. Bukan sebatas lintasan batin.

2. Bersuci, baik wudhu atau tayammum.

3. Kalau sholatnya di masjid, lebih baik sholat tahiyatul masjid dulu, plus sholat dhuha, atau witir (tergantung waktu)

4. Niat shalat istikharah dikala takbiratul ihram:

أُصَلِّي سُنَّةَ اْلإِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْن لِلَّهِ تَعَال

Ushalli Sunnatal Istikharaati Rak’ataini Lillahi Ta’aala..”

Artinya: saya salat sunnat istikharah alasannya ialah Allah SWT.

5. Tidak ada bacaan surat khusus dikala shalat. Artinya cukup membaca Al-Fatihah (ini wajib) dan surat atau ayat yang dihafal.

Lebih bagus
– Rakaat pertama: Baca surah Al-fatihah dan surah Al-kafirun

– Rakaat kedua: Baca surah Al-fatihah dan surah Al-ikhlas

5. Setelah salam Disunatkan membaca hamdalah dan shalawat. Kemudian membaca doa dengan mengangkat kedua tangan.
Caranya: membaca doa menyerupai di bawah. Selesai doa eksklusif menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas.

6. Melakukan apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu instruksi bahwa Allah tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda.

7.Apapun hasil final sehabis istikharah, itulah yang terbaikbagi kita. Meskipun sanggup jadi tidak sesuai dengan impian sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha ridha dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita.

Waktu yang baik untuk Shalat Istikharah
Pada dasarnya salat istikharah sanggup dilaksanakan kapan saja, selain pada waktu-waktu yang terlarang untuk shalat. Namun dianjurkan pada waktu sepertiga malam terakhir menyerupai Shalat Tahajud alasannya ialah kalau dilakukan pada keheningan malam alasannya ialah berpotensi lebih sanggup mendatangkan kekhusyukan.

Bacaan Doa Setelah Sholat Istikhara Arab, Latin Dan Artinya

اَللهُمَّ اِنِّى اَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَاَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَاَسْئَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ. فَاِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَآاَقْدِرُ وَلَآاَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللهُمَّ اِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ اَنَّ هذَااْلاَمْرَخَيْرٌلِّىْ فِىْ دِيْنِىْ وَمَعَاشِىْ فَاقْدُرْهُ لِىْ وَيَسِّرْهُ لِىْ ثُمَّ بَارِكْ لِىْ فِيْهِ وَاِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ اَنَّ هذَااْلاَمْرَشَرٌّلِّىْ فِىْ دِيْنِىْ وَمَعَاشِىْ وَعَاقِبَةِ اَمْرِىْ وَعَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّىْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْلِى الْخَيْرَحَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِىْ بِهِ.

ALLOOHUMMA INNI ASTAKHIIRUKA BI'ILMIKA WA ASTAQDIRUKA BIQUDROTIKA WA AS ALUKA MIN FADHLIKAL 'ADZHIIMI. FAINNAKA TAQDIRU WALAA AQDIRU WALAA A'LAMU WA ANTA 'AL-LAAMULGHUYUUBI. ALLOOHUMMA INKUNTA TA'LAMU ANNA HAADZAL AMRO KHOIRUN LII FII DIINII WAMA'AASYII FAQDURHU LII WA YASSIRHU LII TSUMMA BAARIKLII FIIHI WA INKUNTA TA'LAMU ANNA HAADZAL AMRO SYARRUN LII FII DIINII WA MA'AASYII WA 'AAQIBATI AMRII WA 'AAJILIHI FASHRIFHU 'ANNII WASHRIFNII 'ANHU WAQDURLIL KHOIRO HAITSU KAANA TSUMMA RODH-DHINII BIHI.

Artinya :Wahai Allah, sebetulnya saya mohon pilihan olehMu dengan ilmu-Mu, dan mohon kepastian-Mu dengan kekuasaan-Mu, serta mohon kepada-Mu dari anugerah-Mu Yang Maha Agung, alasannya ialah Engkaulah Dzat yang berkuasa, sedang saya tiada kuasa, dan Engkaulah Dzat Yang Maha Mengetahui, sedang saya tiada mengetahui, dan Engkaulah Dzat yang mengetahui yang ghoib. Wahai Allah, bila adanya, Engkau ketahui bahwa urusan ini ........ ialah baik bagiku, untuk duniaku, akhiratku, penghidupanku, dan simpulan urusanku untuk masa sekarang maupun besoknya, maka kuasakanlah bagiku dan permudahkanlah untukku, kemudian berkahilah dalam urusan itu bagiku. Namun jikalau adanya, Engkau ketahui bahwa urusan itu ......... menjadi buruk bagiku, untuk duniaku, akhiratku, penghidupanku, dan balasannya persoalanku pada masa sekarang maupun besoknya, maka hindarkanlah saya dari padanya, kemudian tetapkanlah bagiku kepada kebaikan, bagaimanapun adanya kemudian ridhoilah saya dengan kebaikan itu.

Dalil disyariatkannya shalat istikharah.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia berkata,

>
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ

"Rasulullah SAW mengajari para shahabatnya untuk melaksanakan tata carashalat istikharah dalam setiap urusan, sebagai mana ia mengajari surat dari al-Qur'an.Beliau bersabda," bila kalian ingin melaksanakan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, kemudian hendaklah ia berdo'a:

 "Rasulullah SAW mengajari para shahabatnya untuk melaksanakan tata carashalat istikharah dalam setiap urusan, sebagai mana ia mengajari surat dari al-Qur'an.Beliau bersabda," bila kalian ingin melaksanakan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, kemudian hendaklah ia berdo'a:

Allahumma  inni astakhiruka biilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka  min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu,  wa anta allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro  (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii aajili amrii wa aajilih  (aw fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu  lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta taamu annahu syarrun  lii fii diini wa maaasyi waaqibati amrii (fii aajili amri wa  aajilih) fash-rifnii anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma  rodh-dhinii bih.

Ya Alloh sesungguhnya saya beristikharah pada-Mu dengan Ilmu-Mu, saya memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, saya meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu.Sesungguhnya engkau menakdirkan dan saya tidaklah sanggup melakukannya.Engkau yang Maha Tahu, sedangkan saya tidak tahu.Engkau yang yang mengetahui kasus yang gaib.

Ya Alloh, bila Engkau mengetahui bahwa kasus ini baik bagi ku dalam urusanku didunia dan akherat,(atau baik bagi agama, kehidupan dan final urusanku), sehingga takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku, dan berkahilah ia untukku.

Ya Alloh, jikalau Engakau mengetahui bahwa kasus tersebut tidak baik bagi agama, kehidupan, dan final urusanku (atau baik bagiku dalam urusanku didunia dan akherat),maka palingkanlah ia dariku, serta palingkanlah saya darinya, dan takdirkanlah yang paling baik untukku apapun keadaan dan jadikanlah saya ridha dengannya.selanjutnya ia menyebutkan keinginnannya".(HR Ahmad, Al-Bukhari, Ibnu Hibban, Al-Baihaki dan yang lainnya)

Sekian dan terima kasih semoga ada manfaatnya wacana tata cara niat dan bacaan doa sehabis sholat istikharah dalam bahasa arab latin lengkap dengan artinya begitu juga kami sajikan pengertian sunnah pengertian bid'ah, pengertian jamak qashar, sholat jenazah, pengertian doa dan masih banyak yang lainnya. Semoga kita semua sanggup melaksanakannya semoga sanggup menerima kebaikan dalam segala hal yang kita inginkan.

Sunday 15 March 2020

Merumuskan Abad Depan


doenload Salah satu kalimat yang mesti selalu kita renungi ialah “masa depan”. Masa depan merupakan sebuah masa di mana kita akan hidup di zaman tersebut. Sebuah masa yang kondisi dan situasinya tentu sudah sangat jauh berbeda dengan hari ini. Karena perubahan itu kodrat dalam kehidupan. Setiap yang baharu “hidup” niscaya akan berubah-ubah.

Bertalian dengan sifatnya kehidupan yang demikian. Sejatinya kita mempersiapkan diri dalam segala hal yang kita butuhkan untuk mengarungi hidup di masa dimaksud. Merumuskan tujuan, mengatur sasaran hidup, itu merupakan bahagian dari persiapan yang harus kita desain.

Dalam mengarungi hidup ini kita dianjurkan untuk punya visi dan misi. Kehidupan seseorang yang tidak mempunyai visi dan misi mirip kapas yang ada di dalam satu kamar. Pada dikala angin meniup ke atas maka ia akan mengikuti arah angin ke atas pula. Di sisi lain, kapas tersebut memikirkan bahwa dia akan berada pada tingkat paling tinggi. Namun pada dikala angin meniup ke  arah yang lain kapas tersebut akan mengikuti arah yang lain pula. Tidak mempunyai tujuan.

Bagitulah perumpamaan seseorang yang tidak mempunyai visi dan misi dalam hidup. Sebagai pelajar misalnya, mempunyai visi dan misi ialah hal paling asasi. Apa tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas kita di dikala final berguru nanti. Sekurang-kurangnya mempunyai cita-cita. Karena dengan ada impian akan menciptakan berguru lebih terarah.

Dalam menentukan cita-cita, dianjurkan untuk menentukan tingkat yang paling tinggi. Bercita-cita menjadi tokoh agama misalnya, maka dianjurkan untuk bercita-cita jabatan paling tinggi, mirip Mufti dan lain sebagainya. Jangan sekali-kali bercita-cita untuk menjadi tokoh paling rendah, mirip Imum Meunasah.

Bumbu yang harus kita sediakan untuk menjadi imum meunasah tentu lebih murah dibanding jadi mufti. Artinya ilmu dan semangat berguru yang harus kita miliki menjadi imum meunasah tentu lebih lemah ketimbang jadi mufti. Mengapa harus mencita-citakan jadi mufti? Karena di dikala sasaran kita jadi mufti tidak tercapai, jabatan sebagai Imum Meunasah justru sudah dapat kita kuasai dengan semangat berguru jadi mufti tadi.

Namun kadang kala ada hal yang patut disayangkan dan disesalkan tatkala menjumpai seseorang kemudian kita bertanya: "Apa visi dan misi dalam hidup mu? Lalu ia menjawab: "Ngalir aja ikut arus kehidupan." Kata “ngalir aja” itu merupakan salah satu sifat dari kapas tadi yang tidak punya visi dan misi hidup. Sejatinya orang semacam itu akan mengikuti arus hidup, dan arus hidup selalu terombang-ambing, tidak tetap pada satu situasi.

Oleh alasannya ialah itu, mengatur seni administrasi perang sebelum berperang itu lebih penting. Karena taktik peperanganlah yang menciptakan satria jadi menang. Begitu pula mengatur seni administrasi berguru itu lebih penting. Namun, jangan hanya kita asyik mengatur waktu saja tanpa belajar. Hal mirip ini juga tak menuaikan hasilnya. Pastinya, barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin maka sungguh dia sudah merugi.

Menjadi orang sukses ialah idola semua insan. Lima kata ini sangat gampang kita ucapkan, tetapi begitu susah untuk dilakukan. Dalam menggapai kesuksesan sudah menjadi kebutuhan primier berada dalam kesusahan, kepahitan dan serba kekurangan. Hal ini senada dengan apa yang sudah didokumnetasi oleh pujangga Islam, "adalah kesuksesan itu setelah lelah berjuang."

Rasulullah SAW sebelum menaklukkan kerjaan Romawi dan Persia yang merupakan dua kerajaan terbesar dikala itu ia sudah merumuskan cita-citanya terlebih dahulu. Meskipun dikala itu jumlah umat Islam sangat sedikit. Beliau sudah menargetkan untuk menaklukkan kaisar Romawi dan Persia. Akhirnya impian ia terwujud. Hal ini juga terindikasi dengan adanya kemauan dan impian yang tinggi.

Menjadi orang sukses itu jangan hanya sukses buat diri sendiri. Tetapi jadilah kesuksesan kita dapat dirasakan oleh orang lain. Jangan sekali-kali memandang makna sukses itu mempunyai rumah mewah, harta berlimpah dan punya istri yang cantik. Karena kesuksesan mirip ini cenderung menciptakan kita rakus dan serakah. Tapi jadilah kesuksesan alasannya ialah Allah SWT. Dalam arti, sukses kita sudah menciptakan orang bau tanah kita gembira alasannya ialah Allah, menciptakan masyarakat terarah dengan ilmu yang kita miliki, dan kita dapat mendidik bawah umur kita nanti menuju jalan yang diridhai Allah. (Hamid)


Hadits - Membantu Sesama Muslim

عَنْ أَبي هُرَيرَة رضي الله عنه عَنِ النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤمِن كُربَةً مِن كُرَبِ الدُّنيَا نَفَّسَ اللهُ عَنهُ كُربَةً مِنْ كرَبِ يَوم القيامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ على مُعسرٍ يَسَّرَ الله عَلَيهِ في الدُّنيَا والآخِرَة، وَمَنْ سَتَرَ مُسلِمَاً سَتَرَهُ الله في الدُّنيَا وَالآخِرَة، وَاللهُ في عَونِ العَبدِ مَا كَانَ العَبدُ في عَونِ أخيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَريقَاً يَلتَمِسُ فيهِ عِلمَاً سَهَّلَ اللهُ لهُ بِهِ طَريقَاً إِلَى الجَنَّةِ، وَمَا اجتَمَعَ قَومٌ في بَيتٍ مِنْ بيوتِ اللهِ يَتلونَ كِتابِ اللهِ وَيتَدارَسونهَ بَينَهُم إِلا نَزَلَت عَلَيهُم السَّكينَة وَغَشيَتهم الرَّحمَة وحَفَتهُمُ المَلائِكة وَذَكَرهُم اللهُ فيمَن عِندَهُ، وَمَنْ بَطَّأ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بهِ نَسَبُهُ ) – رواه مسلم بهذا اللفظ

Terjemahan:

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia bersabda : “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan gampang urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutup malu seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya. Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Apabila berkumpul suatu kaum di salah satu masjid untuk membaca Al Qur’an secara bergantian dan mempelajarinya, pasti mereka akan diliputi sakinah (ketenangan), diliputi rahmat, dan dinaungi malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk-makhluk lain di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalannya, maka tidak akan dipercepat kenaikan derajatnya”. (Lafazh riwayat Muslim)
[Muslim no. 2699]

Penjelsan:

Hadits ini amat berharga, meliputi banyak sekali ilmu, prinsip-prinsip agama, dan akhlaq. Hadits ini memuat keutamaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang mukmin, memberi manfaat kepada mereka dengan kemudahan imu, harta, bimbingan atau petunjuk yang baik, atau nasihat dan sebagainya.
Kalimat “barang siapa yang menutup malu seorang muslim” , maksudnya menutupi kesalahan orang-orang yang baik, bukan orang-orang yang sudah dikenal suka berbuat kerusakan. Hal ini berlaku dalam menutup perbuatan dosa yang terjadi. Adapun bila diketahui seseorang berbuat maksiat, tetapi dia mencurigai kemaksiatannya, maka hendaklah ia segera dicegah dan dihalangi. Jika tidak bisa mencegahnya, hendaklah diadukan kepada penguasa, sekiranya langkah ini tidak mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Adapun orang yang sudah tahu bahwa hal itu maksiat tetapi tetap melanggarnya, hal itu tidak perlu ditutupi, Karena menutup kesalahannya sanggup mendorong dia melaksanakan kerusakan dan tindakan menyakiti orang lain serta melanggar hal-hal yang haram dan menarik orang lain untuk berbuat serupa. Dalam hal semacam in dianjurkan untuk mengadukannya kepada penguasa, jikalau yang bersangkutan tidak khawatir terjadi bahaya. Begitu pula halnya dengan tindakan mencela rawi hadits, para saksi, pemungut zakat, pengurus waqaf, pengurus anak yatim, dan sebagainya, wajib dilakukan jikalau diperlukan. Tidaklah dibenarkan menutupi cacat mereka jikalau terbukti mereka tercela kejujurannya. Perbuatan semacam itu bukanlah termasuk menggunjing yang diharamkan, tetapi termasuk nasihat yang diwajibkan.

Kalimat “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya”. Kalimat umum ini maksudnya ialah bahwa seseorang apabila punya impian berpengaruh untuk menolong saudaranya, maka sepatutnya harus dikerjakan, baik dalam bentuk kata-kata ataupunpembelaan atas kebenaran, didasari rasa doktrin kepada Allah saat melaksanakannya. Dalam sebuah hadits disebutkan perihal keutamaan memperlihatkan kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan dan keutamaan seseorang yang menuntut ilmu. Hal itu menyatakan keutamaan orang yang menyibukkan diri menuntut ilmu. Adapun ilmu yang dimaksud disini ialah ilmu syar’i dengan syarat niatnya ialah mencari keridhaan Allah, sekalipun syarat ini juga berlaku dalam setiap perbuatan ibadah.

Kalimat “Apabila berkumpul suatu kaum disalah satu masjid untuk membaca Al-Qur’an secara bergantian dan mempelajarinya” memperlihatkan keutamaan berkumpul untuk membaca Al-Qur’an bantu-membantu di Masjid.

Kata-kata “sakinah” dalam hadits, ada yang beropini maksudnya ialah rahmat, akan tetapi pendapat ini lemah sebab kata rahmat juga disebutkan dalam hadits ini.

Pada kalimat “Apabila berkumpul suatu kaum” kata “kaum” disebutkan dalam bentuk nakiroh, maksudnya kaum apasaja yang berkumpul untuk melaksanakan hal menyerupai itu, akan mendapat keutamaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mensyaratkan kaum tertentu contohnya ulama, golongan zuhud atau orang-orang yeng berkedudukan terpandang. Makna kalimat “Malaikat menaungi mereka” maksudnya mengelilingi dan mengitari sekelilingnya, seperti para malaikat bersahabat dengan mereka sehingga menaungi mereka, tidak ada satu celah pun yang sanggup disusupi setan. Kalimat “diliputi rahmat “ maksudnya dipayungi rahmat dari segala segi. Syaikh Syihabuddin bin Faraj berkata : “menurut pendapatku diliputi rahmat itu maksudnya ialah dosa-dosa yang telah kemudian diampuni, Insya Allah”

Kalimat “Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk-makhluk lain disisi-Nya” mengisyaratkan bahwa, Allah menyebutkan nama-nama mereka dilingkungan para Nabi dan para Malaikat yang utama.

Wallaahu a’lam.

Peran Perempuan Aceh Melawan Kolonialisme Dan Imperialisme



"Udep saree matee syahid" itulah slogan yang pernah hidup dan terus terpatri dalam sanu bari rakyat Aceh. Aceh satu-satunya daerah yang menerima julukan 'Serambi Mekkah' dalam sejarah perlawanan terhadap aneka macam bentuk penjajahan.

Islam yang menggelora di dada rakyat Aceh tercermin dari perilaku patriotik yang mereka tampilkan. Perlawanan demi perlawanan dalam mengusir penjajah selalu mereka tampilkan guna mengusung sebuah misi suci yaitu "hudep mulia matee syahid." Sehingga dalam sejarah perjalanan mengusir penjajah, Aceh menjadi daerah dalam lingkugan besar Nusantara yang bisa memelihara identitasnya.

Di samping itu Aceh juga mempunyai sejarah kepribadian kolektifnya yang relatif jauh lebih tinggi, lebih kuat, serta paling sedikit ter-Belanda-kan di bandingkan daerah lain di Indonesia. dan itu lah sebabnya mengapa tokoh jagoan Belanda sekaliber Van Der Vier menyampaikan bahwa, "orang Aceh sanggup dibunuh, tapi tak sanggup ditaklukkan.

Sejarah besarnya pengabdian rakyat Aceh dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia dan membumi hanguskan penjajah bisa kita telusuri dalam buku-buku sejarah, baik yang ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Belanda, maupun bahasa Perancis. Sejarah mencatat peperangan melawan kolonialisme dan imperialisme (1873-1942) telah memaksa orang Aceh untuk melaksanakan perlawanan sengit. Bahkan mendobrak semangat kaum perempuan Aceh untuk tampil ke garda terdepan dalam saf perang.

Semangat juang tersebut lahir dari sebuah iktikad bahwa semua itu perang fisabilillah. Berperang demi menjaga kehormatan bangsa dan agama serta menampik setiap anjuran kompromi dan hanya mengenal pilihan membunuh atau dibunuh ketika berhadapan dengan musuh. Inilah secarcik darah panglima perang sekaliber Khalid Bin Walid yang masih tersimpan dalam jiwa orang Aceh yang tiba ke medan jihad hanya untuk mencari mati.

Kerajaan Aceh

Sejarah kerajaan Aceh di mulai semenjak Islam menginjak kakinya di ujung barat Sumatera. Saat itu hanya dikenal dengan kerajaan-kerajaan Islam, menyerupai kerajaan Islam Peureulak (840 M/225H), kerajaan Islam Samudera Pasai (560 H/1166M), kerajaan Tamiang, kerajaan Pedir, dan kerajaan Meureuhoem Daya. Kemudian Sultan Alauddin Johansyah yang berdaulat pada tahun 601 H/ 1205 M berinisiatif untuk menyatukan kerajaan Aceh tersebut. Yang sehabis itu menjadi kerajaan Aceh Darussalam dengan ibu kota Kuta Radja atau Banda Aceh hari ini.

Pada ketika ini lah Sultan Alauddin al-Kahhar mulai mempeluas wilayah kekuasaannya hingga ke negeri-negeri Melayu dan semenanjung Malaka. Sejarah menyebutkan pada masa ke-5 M kerajaan Aceh menjadi kerajaan Islam terbesar di Nusantara dan kerajaan Islam ke-5 terbesar di dunia. Kemudian proses peluasan wilayah ini dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam.

Perlu dicatat penaklukan yang dilakukan raja Aceh ketika itu bukan untuk menjajah suku bangsa lain, tapi untuk melindungi mereka dari penjajahan Portugis (A Hasjmy: 1997). Pada ketika itu kerajaan Aceh sudah menjalin dagang dan diplomatik dengan negara-negara tetangga, Timur Tengah, dan Eropa. Antara lain denga kerajaan Denmark, kerajaan Pattani, kerajaan Brunei Darussalam, kerajaan Turki Ustmani, Inggris, Belanda, dan Amerika.

Kerajaan Aceh Darussalam ketika itu juga telah mempunyai aturan tersendiri yang disebut dengan " Kanun Meukuta Alam" yang berlandaskan syariat Islam. Dalam kanun tersebut setiaa rakyat yang bernaung di bawah kerajaan Darussalam menerima keadilan hukum. Inilah sebabnya kerajaan Aceh semakin hari semakin luas wilayah kekuasaannya. Dan wilayah-wilayah yang ditakluk kerajaan Aceh merasa bahagia untuk bergabung dengan Aceh. Proses penaklukan menyerupai ini terus saja berkelanjutan hingga sebelum pihak kolonial menabur aneka macam fitnah terhadap kerajaan Aceh.

Ketika kerajaan-kerajaan Islam Nusantara telah ditaklukkan kolonial barat, kerajaan Aceh masih tetap berdaulat hingga masa ke-18 M. Pihak kolinialis baik yang tiba dari Portugis, Belanda, maupun Inggris bukan tidak berambisi untuk menaklukkan Aceh, tetapi mereka merasa gentar terhadap keunggulan AU (angkatan laut) Aceh yang ketika itu menguasai perairan selat Malaka dan lautan Hindia. Pada ketika itu AU Aceh mempunyai armada yang tangguh berkat pertolongan senjata dan kapal perang dari kejaan Turki Ustmani. Salah satu AU yang sangat populer yaitu Laksamana Malahayati.

Selain itu, dilihat dari barisan perang kerajaan Aceh di dominasi oleh prajurit-prajurit yang berani mati dan mempunyai semangat juang yang bergelora. Di antaranya yaitu Teungku Umar, Teungku Syiek di Tiro dari kalangan laki-laki, dan Tjuk Nyak Dhien, Malahayati, Tjut Meutia, dan Pocut Merah Intan yang merupakan formasi nama yang menjadi simbol usaha kaum perempuan di Aceh. Kaum perempuan yang mengikuti peperangan tersebut terdiri dari kaum muda, janda, bahkan orang renta pun terlibat dalam kancah peperangan.
Sebagai perempuan yang mangandung dan melahirkan tidak menjadi alasan bagi mereka untuk mangkir dalam medan perang. Terkadang mereka mengikuti peperangan gotong royong dengan suami mereka. Dengan tangan yang kecil mungil mereka lincah memainkan kelewang dan rencong yang sudah menciptakan lawan begitu takut. Bahkan ada dari perempuan Aceh yang mengendong anaknya sambil berperang. Semangat mereka terus saja terkobarkan dengan hikayat-hikayat jihat. Di antara bait-bait hikayat yang menjadi pembangkit semangat jihat mereka ketika itu antar lain:

"Allah haido kudaidang
Seulayang blang ka putoeh taloe
Beurayeuk sinyak rijang-rijang
Jak meuprang bela naggroe"

Maka tak heran bila kita pernah membaca karyanya H.C Zentgraaff (seorang penulis sejarah Aceh dan wartawan Belanda) menyampaikan bahwa para wanitalah yang merupakan "de leidster van het verzet" (pemimpin perlawanan). Bahkan dalam sejarah Aceh populer dengan istilah "Grandes Dames" (wanita-wanita agung) yang memegang peranan penting baik dalam politik maupun peperangan, baik dalam posisinya sebagai Sultaniah maupun sebagai istri-istri orang terkemuka.

Oleh lantaran itu tugas perempuan Aceh dalam melawan penjajah sangat lah besar. Setelah melahirkan pejuang mereka juga rela terjun ke medan juang. Maka alangkah disayangkan andaikata kepiawan sosok Tjuk Nyak Dhien dan Tjut Meutia tidak membekas pada diri wanita-wanita Aceh hari ini. Setidaknya bisa menjadi pelahir pejuang jika pun tak mau berjuang. Kalau tidak punya talenta dan semangat mengarui medan perang, maka berjuang lah lewat tulisan. Karena media merupakan ladang juang yang paling memilih menang dan kalahnya sebuah golongan hari ini. Semoga!

Oleh: Abdul Hamid M Djamil*
*staf redaksi web kmamesir.org

Hadits - Menjaga Korelasi Baik Persaudaraan

عَنْ أَبي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ( لاَ تَحَاسَدوا، وَلاَتَنَاجَشوا، وَلاَ تَبَاغَضوا، وَلاَ تَدَابَروا، وَلاَ يَبِع بَعضُكُم عَلَى بَيعِ بَعضٍ، وَكونوا عِبَادَ اللهِ إِخوَانَاً، المُسلِمُ أَخو المُسلم، لاَ يَظلِمهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلا يكْذِبُهُ، وَلايَحْقِرُهُ، التَّقوَى هَاهُنَا – وَيُشيرُ إِلَى صَدرِهِ ثَلاَثَ مَراتٍ – بِحَسْبِ امرىء مِن الشَّرأَن يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسلِمَ، كُلُّ المُسِلمِ عَلَى المُسلِمِ حَرَام دَمُهُ وَمَالُه وَعِرضُه ) – رواه مسلم

Terjemahan:

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Kamu sekalian, satu sama lain Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi dan janganlah membeli barang yang sedang ditawar orang lain. Dan jadilah kau sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu yaitu saudara bagi muslim yang lain, maka dihentikan menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya. Taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada dia tiga kali). Seseorang telah dikatakan berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram darahnya bagi muslim yang lain, demikian juga harta dan kehormatannya”.

[Muslim no. 2564]

Penjelasan:

Kalimat “janganlah saling mendengki” maksudnya jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Hal ini yaitu haram. Pada Hadits lain disebutkan:
“Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, alasannya yaitu dengki itu memakan segala kebaikan menyerupai api memakan kayu”.

Adapun iri hati ialah tidak ingin orang lain mendapat nikmat, tetapi ada maksud untuk menghilangkannya. Terkadang kata denngki digunakan dengan arti iri hati, alasannya yaitu kedua kata ini memang pengertiannya hampir sama, menyerupai sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud :
“Tidaklah boleh ada dengki kecuali dalam dua perkara”.

Dengki yang dimaksud dalam Hadits ini yaitu iri hati.

Kalimat “jangan kau saling menipu” , yaitu memperdaya. Seorang pemburu disebut penipu, alasannya yaitu dia memperdayakan mangsanya.

Kalimat “jangan kau saling membenci” maksudnya jangan saling melaksanakan hal-hal yang sanggup menjadikan kebencian. Cinta dan benci yaitu hal yang berkenaan dengan hati, da insan tidak sanggup untuk mengendalikannya sendiri. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Ini yaitu bagianku yang saya tidak sanggup menguasainya, Karena itu janganlah Engkau menghukumku dalam urusan yang Engkau kuasai tetapi saya tidak menguasainya”.

Yaitu berkenaan dengan cinta dan benci.

Kalimat “jangan kau saling menjauh” dalam bahasa arab yaitu tadaabur, yaitu saling bermusuhan atau saling memutus tali persaudaraan. Antara satu dengan yang lain saling membelakangi atau menjauhi.

Kalimat “janganlah membeli barang yang sudah ditawar orang lain” yaitu berkata kepada pembeli barang pada dikala sedang terjadi transaksi barang, contohnya dengan kata-kata : “Batalkanlah penjualan ini dan saya akan membelinya dengna harga yang sama atau lebih mahal”. Atau dua orang yang melaksanakan jual beli telah setuju dengan suatu harga dan tinggal janji saja, kemudian salah satunya meminta embel-embel atau pengurangan harga. Perbuatan semacam ini haram, alasannya yaitu penetapan harga sudah disepakati. Adapun sebelum ada kesepakatan, tidak haram.

Kalimat “jadilah kau sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” maksudnya hendaklah kau saling bergaul dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang, keramahan, kelembutan, dan bantu-membantu dalam kebaikan dengan hati nrimo dan jujur dalam segala hal.

Kalimat “seorang muslim itu yaitu saudara bagi muslim yang lain, maka dihentikan menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya”. Yang dimaksud menelantarkan yaitu tidak memberi pertolongan dan pertolongan. Maksudnya bila ia meminta tolong untuk melawan kezhaliman, maka menjadi keharusan saudaranya sesama muslim untuk menolongnya bila bisa dan tidak ada halangan syar’i.

Kalimat “tidak menghinakannya” yaitu tidak menyombongkan diri pada orang lain dan tidak menganggap orang lain rendah. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Yang dimaksud dengan menghinakannya yaitu tidak mempermainkan atau membatalkan janji kepadanya”. Pendapat yang benar yaitu pendapat yang pertama.

Kalimat “taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada dia tiga kali)”. Pada riwayat lain disebutkan :
“Allah tidak melihat jasad kau dan rupa kamu, tetapi melihat hati kamu”.

Maksudnya, perbuatan-perbuatan lahiriyah tidak akan mendapat pahala tanpa taqwa. Taqwa itu yaitu rasa yang ada dalam hati terhadap keagungan Allah, takut kepada-Nya, dan merasa selalu diawasi. Pengertian, “Allah melihat” ialah Allah mengetahui segala-galanya. Maksud Hadits ini ialah Allah akan memberinya akhir dan mengadili, dan semua perbuatan itu dinilai menurut niatnya di dalam hati. Wallaahu a’lam.

Kalimat “seseorang telah dikatakan berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim” berisikan peringatan keras terhadap perbuatan menghina. Allah tidak menghinakan seorang mukmin dikarenakan telah menciptakannya dan memberinya rezeki, kemudian Allah ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan semua yang ada di langit dan bumi ditundukkan bagi kepentingannya. Apabila ada peluang bagi orang mukmin dan orang bukan mukmin, maka orang mukmin diprioritaskan. Kemudian Allah, menamakan seorang insan dengan muslim, mukmin, dan hamba, kemudian mengirimkan Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepadanya. Maka siapa pun yang menghinakan seorang muslim, berarti dia telah menghinakan orang yang dimuliakan Allah.

Termasuk perbuatan menghinakan seorang muslim ialah tidak memberinya salam ketika bertemu, tidak menjawab salam bila diberi salam, menganggapnya sebagai orang yang tidak akan dimasukkan ke dalam nirwana oleh Allah atau tidak akan dijauhkan dari siksa neraka. Adapun kecaman seorang muslim yang berakal terhadap orang muslim yang jahil, orang adil terhadap orang fasik tidaklah termasuk menghina seorang muslim, tetapi hanya menyatakan sifatnya saja. Jika orang itu meninggalkan kejahilan atau kefasikannya, maka ketinggian martabatnya kembali.

Saturday 14 March 2020

Studi Perkembangan Hadis Dari Kurun Ke Masa



Hadis Nabi Saw. merupakan landasan aturan kedua bagi agama Islam sesudah Al-Quran al-Karim. Tak heran jikalau para ulama zaman dahulu rela menghabiskan hari-hari mereka demi meneliti, menekuni, dan menghafal hadis-hadis tersebut.

Bahkan, tak jarang dari mereka yang melaksanakan perjalanan jauh bahkan berbulan-bulan lamanya hanya untuk mendapat sebuah hadis. Studi wacana hadis nabi sendiri telah dimulai semenjak masa Rasulullah hingga dalam kitab-kitab para ulama terdahulu.

Penelitian perkembangan studi hadis tak mungkin terlepas dari sejarah perkembangan ilmu itu dari awal munculnya hingga masa sekarang. Para ulama juga telah membagi sejarah perkembangan ilmu ini ke dalam beberapa fase yang terangkum dalam serpihan sejarah kodifikasi sunnah.

1. Masa Rasulullah Saw. Hingga Akhir Abad Pertama Hijriyah

Pada fase ini, hadis Nabi Saw. belum dikumpulkan dalam bentuk buku. Tapi hanya berbentuk lembaran kertas (shahifah) yang berisi bab-bab tertentu yang ditulis secara perorangan oleh para shahabat. Jumlahnya pun sangat sedikit.

Akan tetapi, bukan berarti hadis-hadis yang hingga pada kita kini ini palsu dikarenakan sedikitnya sumber tulisan, tidak. Ini disebabkan faktor kebiasaan masyarakat Arab zaman dahulu yang populer Ummy, mereka lebih mengandalkan hafalan. Salah satu shahifah yang populer pada masa ini ialah shahifah Jabir bin Abdullah yang berisi wacana manasik haji.

2. Pembukuan Sunnah Secara Resmi dan Pengklasifikasiannya (Tadwin wa Tashnif)

Fase ini dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz hingga masa kini. Adapun orang yang pertama kali membukukannya ialah Muhammad bin Muslim bin Syihab al- Zuhri (124H) atas perintah Umar bin Abdul Aziz yang lalu banyak diikuti oleh para ulama setelahnya.

Kemudian, kurun ketiga hijriyah merupakan masa puncak dalam sejarah perkembangan pembukuan sunnah, para ulama mulai mencari metode gres dalam penulisan sunnah. Diantara mereka ada yang menyusunnya sesuai dengan perawi tertinggi ( musnad), menyerupai musnad Imam Ahmad, ada pula yang menyusunnya sesuai dengan jenis hadis ( sahih,hasan dan maudhu') menyerupai yang disusun oleh Imam Bukhari dalam Sahihnya.

3. Perkembangan Hadis Masa Modern.

Perkembangan hadis pada masa ini tak terlepas dari imbas dua madrasah hadis populer yaitu India dan Mesir yang keduanya merupakan promotor kebangkitan madrasah hadis kurun ke-14 hijriyah.

a. India dan Madrasah Hadis

Sebagian ulama telah mencapai kata setuju bahwa para ulama India mempunyai peranan penting dalam menghidupkan kembali madrasah hadis. Bahkan sebagian ulama besar hadis ketika ini masih saja merujuk kembali karya-karya ulama hadis bumi Hindustan, bahkan tak ada satu perpustakaan pun kecuali di dalamnya terdapat karya dari ulama negeri ini.

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam muqaddimahnya pada buku Miftah KunuzAl-Sunnahberkata: " jikalau bukan hasil pengorbanan saudara kita para ulama India terhadap ilmu hadis, maka akan sirnalah ilmu ini di banyak tempat di Timur…." Di antara para ulama India yang populer antara lain: Syaikh Abdurrahman Abu al-Aliy al-Mubarakfury karyanya yang populer yaitu Tuhfatul Ahwudzisyarah Sunan Turmuzi dan Syaikh Muhammad Syamsul Haq bin Amir Ali al-Adhim Abadi yang menulis kitab 'Aunul Ma'bud syarah Sunan Abi Daud.
b. Mesir dan Al-Azhar
Walaupun mesir pada awalnya tak semarak India dalam membangkitkan madrasah hadis, namun Mesir dengan Azharnya ikut juga mengambil Andil dalam pengembangan madrasah hadis zaman kini ini. Ditambah lagi akhir-akhir ini Mesir khususnya al-Azhar mulai menghidupkan kembali sunnah- sunnah mereka terdahulu. Terbukti dengan maraknya kajian hadis yang diadakan di sekitar mesjid legendaris ini, yang diajarkan pribadi oleh para pakar hadis mereka. Bahkan al-Azhar tak segan-segan mendatangkan ulama hadis terkemuka demi mejaga dan membuatkan madrasah hadis di seluruh dunia.
c. Perkembangan Studi Hadis di Indonesia
Sulit kiranya melacak perkembangan hadis di Indonesia dikarenakan sedikitnya tumpuan yang ada. Berbeda dengan cabang ilmu yang lain menyerupai tafsir, fikih, akidah, dan filsafat yang bukunya senantiasa memenuhi perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia.
Namun demikian bukan berarti Indonesia tidak mempunyai sejarah wacana ilmu ini. Sejarah perkembangan hadis di Indonesia sendiri sudah dimulai semenjak kurun ke-17masehi yang dipelopori oleh dua orang ulama Aceh populer yaitu Syaikh Nuruddin al-Raniry dengan karyanya Hidayatul Habibfi Targhib wa Tarhib yang menginterprestasikan hadis dengan ayat-ayat Al- Alquran untuk mendukung argumen yang ada dalam kitab tersebut.
Sedangkan yang kedua ialah Syaikh Abdurrauf al-Singkili yang berasal dari Singkil NAD. Adapun dua maha karyanya dalam bidang hadis adalahSyarah lathif 'ala Arba'in Hadisan lil Imam al-Nawawi dan yang kedua ialah Al-Mawa'idz Al-Badi'ah yang berisi kumpulan hadis-hadis qudsi.
Walaupun perkembangan studi hadis di Indonesia sudah dimulai semenjak kurun ketujuhbelas, namun studi ini belum terkenal. Hal ini disebabkan oleh kecerendungan masyarakat pada tasawuf ketika itu.
Studi ilmu hadis gres dikenal pada awal kurun ke-20 yang merupakan pembaharuan terhadap perkembangan studi ilmu ini. Pada masa ini ilmu-ilmu hadis mulai diajarkan di surau-surau, pesantren-pesantren, mesjid, bahkan di sekolah-sekolah. Hingga pada tahun 70-an dibukalahpost graduate di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia yang merupakan cikal bakal perkembangan studi hadis di Indonesia.

Oleh: Khairul Rafiqi
Mahasiswa Tkt. IV, Fak. Ushuluddin, Jur. Hadis, Univ. al-Azhar, Kairo.
Tulisan ini  pernah dipublish pada Buletin Pendidikan KMA, Edisi ke- XXIII, Rabi’ul Akhir 1433H/ Maret 2012.

Hadits - Amar Maruf Nahi Munkar

عَنْ أَبي سَعيدٍ الخُدريِّ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعتُ رِسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقولُ: (مَن رَأى مِنكُم مُنكَرَاً فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطعْ فَبِقَلبِه وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيمَانِ) – رواه مسلم

Terjemahan:

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; bila ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan bila tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak bahagia dan tidak setuju) , dan demikian itu yaitu selemah-lemah iman”.

[Muslim no. 49]

Penjelasan:

Muslim meriwayatkan Hadits ini dari jalan Thariq bin Syihab, ia berkata : Orang yang pertama kali mendahulukan khutbah pada hari raya sebelum shalat yaitu Marwan. Lalu seorang pria tiba kepadanya, kemudian berkata : “Shalat sebelum khutbah?”. Lalu (laki-laki tersebut) berkata : “Orang itu (Marwan) telah meninggalkan yang ada di sana (Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam)”. Abu Sa’id berkata : “Adapun dalam hal semacam ini telah ada ketentuannya. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; bila ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya); dan bila tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak bahagia dan tidak setuju), dan demikian itu yaitu selemah-lemah iman’ “. Hadits ini memberikan bahwa perbuatan semacam itu belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelum Marwan.
Jika ada yang bertanya : “Mengapa Abu Sa’id terlambat mencegah kemungkaran ini, hingga pria tersebut mencegahnya?” Ada yang menjawab : “Mungkin Abu Sa’id belum hadir dikala Marwan berkhutbah sebelum shalat. Lelaki itu tidak menyetujui perbuatan tersebut, kemudian Abu Sa’id tiba dikala kedua orang tersebut sedang berdebat. Atau mungkin Abu Sa’id sudah hadir tetapi ia merasa takut untuk mencegahnya, lantaran khawatir timbul fitnah jawaban pencegahannya itu, sehingga tidak dilakukan. Atau mungkin Abu Sa’id sudah berniat mencegah, tetapi lelaki itu mendahuluinya, kemudian Abu Sa’id mendukungnya”.
Wallaahu a’lam.

Pada Hadits lain yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam Bab Shalat Hari Raya, disebutkan bahwa Abu Sa’id menarik tangan Marwan dikala ia hendak naik ke atas mimbar. Ketika keduanya berhadapan, Marwan menolak peringatan Abu Sa’id sebagaimana penolakannya terhadap seorang pria menyerupai yang dikisahkan pada Hadits di atas, atau mungkin masalah ini terjadinya berlainan waktu.

Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya)” dipahami sebagai perintah wajib oleh segenap kaum muslim. Dalam Al Qur’an dan Sunnah telah ditetapkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ini termasuk pesan yang tersirat dan merupakan urusan agama. Adapun firman Allah :
“Jagalah diri kau sekalian, tidaklah merugikan kau orang yang sesat, bila kau telah mendapat petunjuk”. (QS. Al Maidah : 105)

tidaklah bertentangan dengan apa yang telah kami jelaskan, lantaran paham yang benar berdasarkan para ulama jago tahqiq yaitu bahwa makna ayat tersebut ialah bila kau sekalian melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, maka kau tidak akan menjadi rugi bila orang lain menyalahi kamu.
Hal ini semakna dengan firman Allah :
“Seseorang tidaklah menanggung dosa orang lain”. (QS. 6 : 164)

Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi mungkar yang dibebankan kepada setiap muslim, bila ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, lantaran ia hanya diperintah menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak harus hingga bisa diterima oleh yang diberi peringatan. Wallaahu a’lam.

Kemudian, amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah, sehingga bila telah ada yang menjalankannya, maka yang lain terbebas. Jika semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang bisa melaksanakannya, terkecuali yang ada udzur. Kemudian ada kalanya menjadi wajib ‘ain bagi seseorang. Misalnya, bila di suatu daerah yang tidak ada orang lain yang mengetahui kemungkaran itu selain dia, atau kemungkaran itu hanya bisa dicegah oleh ia sendiri, contohnya seseorang yang melihat istri, anak, atau pembantunya melaksanakan kemungkaran atau kurang dalam melaksanakan kewajibannya.

Para ulama berkata : “Tanggung jawab amar ma’ruf dan nahi mungkar itu tidaklah terlepas dari diri seseorang hanya Karena ia beranggapan bahwa peringatannya tidak akan diterima. Dalam keadaan demikian ia tetap saja wajib menjalankannya. Allah berfirman :
“Berilah peringatan, lantaran peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin”. (QS. 51 : 55)

Telah disebutkan di atas bahwa setiap orang berkewajiban melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi tidak diwajibkan hingga peringatannya itu diterima.
Allah berfirman :
“Tiadalah kewajiban bagi seorang Rasul melainkan hanya memberikan peringatan”. (QS. 5 : 99)

Para ulama berkata : “Orang yang memberikan amar ma’ruf nahi mungkar tidaklah diharuskan dirinya telah tepat melaksanakan semua yang menjadi perintah agama dan meninggalkan semua yang menjadi larangannya. Ia tetap wajib menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar sekalipun perbuatannya sendiri menyalahi hal itu. Hal ini Karena seseorang wajib melaksanakan dua perkara, yaitu menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Jika yang satu (amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri) dikerjakan, tidak berarti yang satunya (amar ma’ruf nahi mungkar kepada orang lain) gugur”.

Para ulama berkata : “Tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak hanya menjadi kewajiban para penguasa, tetapi kiprah setiap muslim”. Yang diperintahkan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar yaitu orang mengetahui ihwal apa yang dinilai sebagai hal yang ma’ruf atau mungkar. Bila berkaitan dengan hal-hal yang jelas, menyerupai shalat, puasa, zina, minum khamr, dan semacamnya, maka setiap muslim wajib mencegahnya lantaran ia sudah mengetahui hal ini. Akan tetapi, dalam perbuatan atau perkataan yang rumit dan hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad yang golongan awam tidak banyak mengetahuinya, maka mereka tidaklah punya wewenang untuk melaksanakan nahi mungkar. Hal ini menjadi wewenang ulama. Dan para ulama hanya sanggup mencegah kemungkaran yang sudah terperinci ijma’nya. Adapun dalam hal yang masih diperselisihkan, maka dalam hal semacam ini tidak sanggup dilakukan nahi mungkar, lantaran setiap orang berhak menentukan salah satu dari dua macam paham hasil ijtihad. Sedang pendapat setiap mujtahid itu dinilai benar sesuai keyakinannya masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh sebagian besar ulama tahqiq. Pendapat lain menyampaikan bahwa yang benar itu hanya satu dan yang salah bisa banyak, tetapi mujtahid yang salah itu tidak berdosa. Sekalipun demikian, dinasihatkan supaya kita menjauhi duduk masalah yang diperselisihkan. Hal ini yaitu satu perilaku yang baik. Kita dianjurkan untuk melaksanakan nahi mungkar ini dengan santun.

Syaikh Muhyidin berkata : “Ketahuilah bahwa semenjak usang amar ma’ruf nahi mungkar ini oleh sebagian besar orang telah diabaikan. Pada masa-masa ini hanyalah tinggal dalam goresan pena yang amat sedikit, padahal ini merupakan hal yang amat besar peranannya bagi tegaknya urusan umat dan kekuasaan. Apabila perbuatan-perbuatan jelek merajalela, maka orang-orang shalih maupun orang-orang jahat semuanya akan tertimpa adzab. Jika orang yang shalih tidak mau menahan tangan orang yang zhalim, maka nyaris adzab Allah akan menimpa mereka semua. Allah berfirman :
“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya khawatir tertimpa fitnah atau adzab yang pedih”. (QS. 24 : 63)

Oleh lantaran itu, sepatutnya para pencari alam abadi dan orang yang berusaha mendapat keridhaan Allah memperhatikan masalah ini. Hal ini lantaran kemanfaatannya amat besar, apalagi sebagian besar orang sudah tidak peduli, dan orang yanng melaksanakan pencegahan kemungkaran tidak lagi ditakuti, lantaran martabatnya yang rendah. Allah berfirman :
“Sungguh, Allah niscaya menolong orang yang menolong-Nya”. (QS. 22 :40)

Oleh lantaran itu, ketahuilah bahwa pahala itu diberikan sesuai dengan usahanya dan dilarang meninggalkan nahi mungkar ini hanya lantaran ikatan persahabatan atau kecintaan, lantaran sahabat yang jujur ialah orang yang membantu saudaranya untuk memajukan kepentingan akhiratnya, sekalipun hal itu sanggup mengakibatkan kerugian dalam urusan dunianya. Adapun orang yang menjadi musuh ialah orang yang berusaha merugikan perjuangan untuk kepentingan akhiratnya atau menguranginya sekalipun sikapnya menyerupai sanggup membawa laba duniawinya.

Bagi orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar seyogyanya dilakukan dengan perilaku santun supaya sanggup lebih mendekatkan kepada tujuan. Imam Syafi’i berkata : “Orang yang menasihati saudaranya dengan cara tertutup, maka orang itu telah benar-benar menasihatinya dan berbuat baik kepadanya. Akan tetapi orang yang menasihatinya secara terbuka, maka bekerjsama ia telah menistakannya dan merendahkannya”.

Hal yang sering diabaikan orang dalam hal ini, yaitu dikala mereka melihat seseorang menjual barang atau binatang yang mengandung cacat tetapi ia tidak mau menjelaskannya, ternyata mereka tidak mau menegur dan memberitahukan kepada pembeli atas cacat yang ada pada barang itu. Orang-orang semacam itu bertanggung jawab terhadap kemungkaran tersebut, lantaran agama itu yaitu pesan yang tersirat (kejujuran), maka barang siapa tidak mau berlaku jujur atau memberi nasihat, berarti ia telah berlaku curang.

Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; bila ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan bila tak sanggup juga, maka dengan hatinya” , maksudnya hendaklah ia mengingkari perbuatan itu dalam hatinya. Hal semacam itu tidaklah dikatakan telah merubah atau melenyapkan, tetapi itulah yang sanggup ia kerjakan. Dan kalimat “demikian itu yaitu selemah-lemah iman” maksudnya ialah – Wallaahu a’lam – paling sedikit akhirnya (pengaruhnya).

Orang yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar tidaklah punya hak untuk mencari-cari, mengontrol, memata-matai, dan membuatkan prasangka, tetapi bila ia menyaksikan orang lain berbuat mungkar, hendaklah ia mencegahnya. Al Mawardi berkata : “Orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar tidaklah punya hak untuk membuatkan praduga atau memata-matai, kecuali memberitahukan kepada orang yang bisa dipercaya”. Bila ada seseorang yang membawa orang lain ke daerah sunyi untuk dibunuh, atau membawa seorang wanita ke daerah sunyi untuk dizinai, maka dalam keadaan semacam ini, bolehlah ia memata-matai, mengawasi dan mengintai lantaran khawatir terdahului oleh kejadiannya.

Disebutkan bahwa kalimat “demikian itu yaitu selemah-lemah iman” maksudnya ialah akhirnya (pengaruhnya) sangat sedikit. Tersebut dalam riwayat lain :
“Selain dari itu tidak lagi ada kepercayaan sekalipun sebesar biji sawi”.

Artinya selain dari tiga macam perilaku tersebut tidak lagi ada perilaku lain yang ada nilainya dari segi keimanan. Iman yang dimaksud dalam Hadits ini yaitu dengan makna islam.

Hadits ini menyatakan bahwa orang yang takut pembunuhan atau pemukulan, ia terbebas dari melaksanakan pencegahan kemungkaran. Inilah pendapat para ulama jago tahqiq zaman salaf maupun khalaf. Sebagian dari golongan yang ekstrim beropini bahwa sekalipun seseorang takut, tidaklah ia terbebas dari kewajiban mencegah kemungkaran.

Beut Kitab Kuneng Tutup Agenda Kma


Meuligoe-Pengajian Kitab Kuning (Sabtu, 13/04/2013) menjadi epilog acara KMA Term II. Kegiataan yang mengundang partisipan mingguan terbanyak ini direncanakan akan dihela kembali sehabis Final Term II Al Azhar, yang berlangsung pertengahan bulan Mei nanti.

Pengajian kali ini disampaikan oleh Tgk. Salman sebagai tangan kanan dari guru tetap, Tgk. Aiyub Berdan. Pembahasan yang dimulai dari awal Bab Wudhu itu mengundang puluhan pertanyaan dari audien, masuk akal saja, lantaran wudhu merupakan hal yang selalu menghiasi kehidupan kita selaku muslim; dan juga merupakan syarat yang harus dipenuhi seorang muslim ketika hendak melaksanakan shalat, tawaf dan menyentuh mushaf.

Dalam Mazhab Syafi'i fardhu wudhu ada enam, salah satunya ialah niat. Niat wudhu ialah ketetapan di dalam hati seseorang untuk melaksanakan serangkaian ritual yang berjulukan wudhu sesuai dengan apa yang ajarkan oleh Rasulullah SAW dengan maksud ibadah. Sehingga niat ini membedakan antara seorang yang sedang memperagakan wudhu dengan orang yang sedang melaksanakan wudhu.

Hukum niat ialah wajib berdasarkan jumhur ulama, berdasarkan Hadits Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niat”.

Waktu niat dalam wudhu yaitu di ketika pertama kali membasuh wajah, lantaran membasuh wajah merupakan fardhu pertama wudhu jenis perbuatan (yang wajib dilakukan).

Orang yang berwudhu hendaklah meniatkan salah satu dari tiga hal berikut :
a) Berniat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats
b) Berniat biar diperbolehkan Shalat atau hal ibadah lain yang tidak di perbolehkan kecuali dalam keadaan suci
c) Berniat untuk menunaikan fardhu wudhu atau kewajiban berwudhu
Jika orang yang mempunyai penyakit, menyerupai orang kencing atau buang angin terus menerus atau perempuan yang mustahadhah, maka niat wudhunya ialah untuk membolehkan (istibahah) dari hal-hal yang menghalangi. Tidak sah kalau dia berniat untuk menghilangkan hadats, lantaran hadats orang tersebut terus menerus dan tidak hilang.

Pengajian berlangsung khidmat dengan pertanyaan para audien yang menciptakan suasana menjadi semakin hidup. Dan akhirnya, pengajian ditutup beriringan dengan tibanya waktu maghrib; dan insyaAllah akan digelar kembali sehabis ujian Al Azhar. (MA)

Hadits - Perihal Tuduh Menuduh

عنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدعوَاهُمْ لادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَال قَومٍ وَدِمَاءهُمْ، وَلَكِنِ البَينَةُ عَلَى المُدَّعِي، وَاليَمينُ عَلَى مَن أَنكَر ) – حديث حسن رواه البيهقي هكذا بعضه في الصحيحين

Terjemahan:

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, bekerjsama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Sekiranya setiap tuntutan orang dikabulkan begitu saja, pasti orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya. Akan tetapi, haruslah ada bukti atau saksi bagi yang menuntut dan bersumpah bagi yang mengingkari (dakwaan)”.
(HR. Baihaqi, hadits Hasan, sebagian lafazhnya ada pada riwayat Bukhari dan Muslim)

[Baihaqi (Sunan Baihaqi 10/252), dan yang lain, juga sebagian lafaznya ada di shahih Bukhari dan Muslim]

Penjelasan:

Hadits ini pada riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abu Mulaikah menyampaikan :
“Ibnu ‘Abbas menulis bahwa bekerjsama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah tetapkan sumpah untuk orang yang menyangkal dakwaan”.

Pada riwayat lain disebutkan bekerjsama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Sekiranya insan dikabulkan apa saja yang menjadi pengakuannya, pasti orang-orang akan gampang menuntut darah orang lain, harta orang lain. Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal dakwaan”.

Penulis kitab Al Arbain berkata : “Hadits ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shahihnya dengan sanad bersambung dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Begitu pula riwayat para penyusun Kitab Sunnan dan lain-lainnya”. Ushaili berkata : “Bila marfu’nya Hadits ini dengan kesaksian Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka tidaklah ada artinya anggapan bahwa Hadits ini mauquf”. Penilain semacam itu tidak berarti berlawanan dan tidak juga menyalahi.

Hadits ini merupakan salah satu pokok aturan Islam dan sumber pegangan yang terpenting di kala terjadi perselisihan dan permusuhan antara orang-orang yang bersengketa. Suatu kasus dihentikan diputuskan semata-mata menurut ratifikasi atau tuntutan dari seseorang.

Sabda ia “niscaya orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya” digunakan oleh sebagian orang sebagai dasar untuk membatalkan pendapat Imam Malik, yang menyampaikan perlunya mendengarkan pengaduan korban yang menyampaikan bahwa seseorang telah melukai saya atau saya memiliki tuntutan darah kepada seseorang. Sebab, bila orang yang sedang sakit mengadu “Seseorang memiliki pertolongan kepadaku satu dinar atau satu dirham” Tidak boleh diperhatikan, maka pengaduan korban “Saya memiliki tuntutan darah kepada orang lain” lebih patut untuk tidak diperhatikan. Dengan demikian, alasan tersebut tidak benar untuk membantah pendapat Imam Malik dalam duduk kasus ini sebab Imam Malik tidak mendasarkan pelaksaan qishash atau denda hanya pada perkataan penggugat atau sumpah korban, tetapi menyebabkan ratifikasi korban “Saya memiliki tuntutan darah kepada sseorang” sebagai keterangan komplemen yang menguatkan bukti penggugat, hingga orang yang digugat berani bersumpah dikala ia mengingkarinya, sebagaimana yang berlaku pada banyak sekali macam keterangan tambahan.

Sabda ia : “Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal (dakwaan)” menjadi komitmen para ulama untuk menyumpah penyangkalan orang yang didakwa dalam urusan harta. Akan tetapi, dalam urusan lain mereka masih berbeda pendapat. Sebagian ulama menyatakan hal ini wajib berlaku kepada setiap orang yang menyangkal dakwaan di dalam sesuatu hak, dalam thalaq, dalam pernikahan, atau dalam pembebasan budak menurut pada keumuman Hadits ini. Jika orang yang didakwa tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi.

Abu Hanifah berkata : “Sumpah itu diberlakukan dalam masalah thalaq, nikah, dan pembebasan budak. Jika tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi”. Dan dia berkata : “Dalam masalah pidana dihentikan digunakan sumpah (sebagai alat bukti)”.

Dzalimkah Al-Azhar?


Redaksi
Wake up bro ! benteng Azhar kembali meninggi, saban hari terus meninggi. Nah, taukah kita, ujian untuk kenaikan tingkat sudah dekat. Nah, sudah saatnya bagi kita yang masih berselimut tebal untuk bangun, membasuh muka. Kemudian membuka lembara-lembaran mukarar (diktat).

Info yang beredar, ujian akan dilaksanakan sekitar pertengahan bulan Mei, walaupun sebagian yang lain menyampaikan besar kemungkinan selesai bulan lima. Dan sebagian yang lain beropini awal bulan Juni. Namun yang harus kita sadari adalah, ujian di depan mata.

Bagi mbak-mbak, cutda-cutda KMA, jangan melamun lagi. Walaupun dimata kalian dunia sedang berputar lambat (slow motion) tapi tidak demikian dengan dunia nyata. Apa lagi musin ujian, waktu terasa mulai mengejar dengan pisau dapur di tangan, jadi berhati-hatilah. Jangan hingga tertusuk pisau dapur ini, sakitnya melebihi putus cinta (joke).

Organisator, olahragawan, pegiat kajian dan rihlah. Alangkah baiknya, berhenti sejenak untuk memuluskan harapan luhur yang diniatkan dari kampung nan jauh dimata. Walaupun waktu tak terasa usang bagi kita, tapi yakinlah, akan sangat usang bagi orang renta yang menanti.

Bangun dari sekarang, jangan hingga nanti kita berteriak Azhar dhalim, gak ada toleransi dan terlalu memilah milih!

Al- Azhar tidak zalim

Jika kita tersadar dari sekarang, yakinlah Azhar terlalu tasamuh (memberi aneka macam kemudahan) bagi mahasiswa ajnabi (non-Mesir). Bukankah duktur memberi tahdidan sebelum ujian, bukankan Al-Quran tidak diujiankan 30 Juz. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut Azhar berharap kita tidak tertekan dan bisa melewati ujian tersebut, namun sebaliknya kita belum tersentuh untuk memegang diktat dan terus berleha-leha.

Azhar zalim berkumandang keras, seakan azhar betul-betul berbuat ibarat itu. Padahal jikalau azhar menerapkan sistem yang sama untuk semua mahasiswa. Akan sedikit sekali mahasiswa luar  yang bisa lulus naik tingkat.

Sebaiknya kesadaran akan hal-hal ibarat ini kita pelihara dari sekarang, semoga diakhir Agustus-September bunyi “Azhar itu dzalim” tidak keluar asal-asalan dari verbal kita. Jika yang menyampaikan ibarat itu bukan mahasiswa Azhar, mungkin sanggup dimengerti. Karena dia tidak pernah mencicipi hangatnya kursi kuliyah kita.

Tapi jikalau mahasiswa azhar sendiri yang mengeluarkan pernyataan ibarat itu, maka perlu dipertanyakan kembali dengan barometer apa dia mengeluarkan statement. Sekali lagi, kursi kuliyah masih hangat dan luang untuk kita tempati. Keep spirit, Jak kuliyah, jak belajar!
Rabbuna yunajjahna! Amin

Hadits - Larangan Berbuat Kerusakan

عنْ أَبي سَعيدٍ سَعدِ بنِ مَالِك بنِ سِنَانٍ الخُدريِّ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ) – حَدِيْث حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَةَ، وَالدَّارَقطْنِيّ وَغَيْرُهُمَا مُسْنَدَاً، وَرَوَاَهُ مَالِكٌ في المُوَطَّأِ مُرْسَلاً عَنْ عَمْرو بنِ يَحْيَى عَنْ أَبِيْهِ عَن النبي صلى الله عليه وسلم فَأَسْقَطَ أَبَا سَعِيْدٍ، وَلَهُ طُرُقٌ يُقَوِّيْ بَعْضُهَا بَعْضَاً

Terjemahan:

Dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Malik bin Sinan Al Khudri radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Janganlah engkau membahayakan dan saling merugikan”.
(HR. Ibnu Majah, Daraquthni dan lain-lainnya, Hadits hasan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwaththa sebagai Hadits mursal dari Amr bin Yahya dari bapaknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa menyebut Abu Sa’id. Hadits ini memiliki beberapa jalan yang saling menguatkan)
[Ibnu Majah no. 2341, Daruquthni no. 4/228, Imam Malik (Muwaththo 2/746)]

Penjelasan:

Ketahuilah, bahwa orang yang merugikan saudaranya dikatakan telah menzhaliminya. Sedangkan berbuat zhalim ialah haram, sebagaimana telah dijelaskan pada Hadits Abu Dzar :
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diriku berbuat zhalim dan menjadikannya haram juga diantara kamu, maka janganlah kau berbuat zhalim”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya darah kamu, harta kau dan kehormatan kau ialah haram bagi kamu”adapun sabda dia : “Janganlah engkau saling membahayakan dan saling merugikan” sebagian ulama menyampaikan “Dua kata tersebut gotong royong semakna dan kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa penggunaan dua kata tersebut berarti penegasan”.
Al Mahasini berkata : “Bahwa yang dimaksud dengan merugikan ialah melaksanakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, tetapi menimbulkan orang lain mendapat mudharat”. Ini ialah pendapat yang benar.
Sebagian ulama berkata : “Yang dimaksud dengan kau membahayakan yaitu engkau merugikan orang yang tidak merugikan kamu. Sedangkan yang dimaksud saling merugikan yaitu engkau membalas orang yang merugikan kau dengan hal yang tidak setara dan tidak untuk membela kebenaran”.

Hadits ini sama dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu, dan janganlah kau berkhianat kepada orang yang berkhianat kepadamu”.

Menurut sebagian ulama, Hadits ini maksudnya ialah janganlah kau berkhianat kepada orang yang mengkhianati kau sehabis kau mendapat kemenangan atas pengkhianatannya. Seolah-olah larangan ini berlaku terhadap orang yang memulai, sedangkan bagi orang yang melaksanakan pembalasan yang setimpal dan menuntut haknya tidak dikatakan berkhianat. Yang dikatakan berkhianat hanyalah orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya atau mengambil lebih dari haknya.

Para andal fiqih berselisih paham perihal orang yang mengingkari hak orang lain, lalu fihak yang diingkari mengambil harta yang diamanatkan pengingkar kepadanya atau hal lain yang serupa. Sebagian andal fiqih berkata : “Orang semacam itu tidak berhak mengambil haknya dari orang tersebut, alasannya ialah zhahir sabda Nab Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “tunaikanlah amanat dan janganlah engkau berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu”. Yang lain berpendapat: “Dia boleh mengambil haknya dan berhak mendapat proteksi dalam rangka mengambilnya dari orang yang menguasainya”. Mereka berdalil dengan Hadits ‘Aisyah dalam masalah Hindun dengan suaminya, Abu Sufyan. Para andal fiqih dalam duduk masalah ini memiliki aneka macam pendapat dan alasan yang tidak sempurna untuk dibicarakan di sini. Akan tetapi, pendapat yang benar ialah seseorang dihentikan membahayakan saudaranya baik hal itu merugikan atau tidak, namun dia berhak untuk diberi pembelaan dan pelakunya diberi eksekusi sesuai dengan ketentuan hukum. Hal itu tidak dikatakan zhalim atau membahayakan selama sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan oleh Sunnah.

Syaikh Abu ‘Amr bin Shalah berkata : “ Daraquthni menyebutkan sanad Hadits ini dari beberapa jalan yang secara keseluruhan menimbulkan hadits ini berpengaruh dan hasan. Sejumlah besar ulama menukil Hadits ini dan menjadikannya sebagai hujah. Dari Abu Dawud, ia berkata : “Fiqih itu berkisar pada lima Hadits dan ia menyebut Hadits ini ialah salah satu di antaranya”. Syaikh Abu ‘Amr berkata : “Hadits diriwayatkan Abu Dawud ini termasuk dalam lima Hadits itu”. Ucapannya ini mengisyaratkan bahwa berdasarkan pendapatnya Hadits ini tidak dha’if.

Generasi Minus Moral


Agama Islam sangat menjunjung tinggi adat bagi umatnya, baik itu adat sesama insan maupun adat insan dengan makhluk hidup lainnya. Rasulullah Saw. Adalah sosok tepat dalam membimbing adat umat Islam, segala aspek kehidupan yang Rasulullah Saw. Jalankan yaitu pelajaran yang istimewa untuk mengokohkan tiang dasar untuk moral generasi Islam.

Rasullah Saw. Dikenal dengan sosok yang begitu fenomenal dan istimewa, bahkan keistimewaan dia diakui oleh mitra dan lawan. Tutur  bahasa yang fasih dan di megerti oleh setiap kabilah-kabilah arab menciptakan dia sangat gampang berintraksi dalam masyarakat untuk memberikan risalah kebenaran, dia juga seorang negosiator ulung dan professional.

Selain menjadi seorang pembawa risalah, Rasulullah Saw. juga berprofesi sebagai pedangang,yang sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran. bahkan dikala dia bercanda dia tidak pernah berkata dusta, buah dari kejujuran Rasulullah saw. Sehingga menerima gelar Al Amin (yang terpercaya). Dalam surah Al qalam Allah Swt. Berfirman "wainnaka laa ala khuluqin a'dhim", ayat ini secara sareh Allah Swt. Katakan bagaimana fenomenalnya adat Rasulullah Saw. Tiada satu manusiapun bisa berperilaku menyerupai beliau.

Dalam hadist shahih dijelaskan bahwa Allah swt. mengutuskan Rasulullah Saw. Ke permukaan bumi ini untuk menyempurnakan adat manusia. "innama bu'itstu li utammima makarimal akhlak", bangsa arab yang di kenal bagitu garang selalu menciptakan kerusakan dimana-mana, membunuh anak perempuan, menyakiti istri, perjudian dan mabuk-mabukan menjadi tradisi yang mereka pertahankan, begitulah skema kehidupan jahiliyah. Sehingga Allah swt. Mengutuskan seorang da'i pembawa cahaya kebenaran di tengah-tengah mereka.

Jahiliyah abad modern

Akhir-akhir ini kita di kejutkan oleh berita-berita tergredasinya moral kaum muda negeri ini, website-website gosip online selalu menghadirkan gosip hangat seputar kaum muda, bisnis penjualan wanita, narkoba, tauran, pemerkosaan, bebesnya pergaulan muda-mudi, tenpat-tempat wisata di Aceh di penuhi kaum remaja berpacaran mencar ilmu adegan dewasa.

Kemudian maraknya goyang harlem shake bagi bawah umur remaja mulai merajalela di negeri ini. baru-baru ini menyebar sebuah video pendek di youtube siswa-siswi SMU di Banda Aceh melaksanakan agresi herlem shake, dengan seketika timbul komentar-komentar negative atas agresi mereka, bahkan tidak sedikit yang menunjukkan komentar kutuk atas video tersebut, ini sangat memalukan.

Bukti kasatmata tergredasinya moral remaja yaitu menyebarnya virus free sex ke negeri seuramoe meukah. Menyebarnya virus eropa (red. Free sex)  ke Aceh  menjadi pukulan telak bagi mereka yang masih peduli terhadap kaum muda, hina, keji dan memalukan, dimanakah posisi kita sebagai saudara mereka, dimanakah tanggung jawab kita selaku tetangga mereka, apa yang telah kita lakukan untuk meraka?

Tidak bisa dipungkiri ini yaitu tanggung jawab bersama, setiap individu tidak bisa berdiam diri tanpa mencengah hal-hal menyerupai ini pada kaum muda, mereka yaitu prospek masa depan. Pendidikan mereka perlu diperhatikan, bila tidak, maka lihatlah kembalinya abad jahiliyah kepada generasi muda. Na'udzubillahi min dzalik.

Jika di tahun 2013 moral generasi muda sudah sedemikian minus, bayangkan di tahun 2020, bayangkan apa yang akan terjadi di negeri ini di tahun 2030? Saya yakin dunia akan kembali ke masa sebelum Allah mengutuskan Rasul Saw. Ya kita akan kembali hidup di zaman jahiliah abad modern, hidup bagaikan hewan ternak bahkan lebih sesat dari itu.

Aceh yang dulu dikenal dengan negeri syari'at Islam yang sangat kental dengan nilai-nilai agama yang Rasulullah Saw. Bawakan, sekarang menjadi negeri kerdil yang hidup di samudera maksiatan.

Berbagai faktor yang sekarang menciptakan generasi muda terlarut dalam kesesatan moral. kurangnya perhatian orang renta kepada anak mereka, para guru di sekolah-sekolah kurang kontrol dan terlalu membebaskan pergaulan antara siswa-siswinya, imbas luar melalui media cetak dan internet menciptakan generasi kita gampang memalsukan aspek kehidupan non muslim.

Kaum muda prospek menjanjikan

Pepatah arab berkata "Syababul yaumi u'mara'il ghad" yang berarti cowok hari ini yaitu pemimpin masa depan. Tidak ada kalangan yang menafikan bila nasib sebuah Negeri ada pada kaum muda, bila kaum muda baik maka akan oke negeri tersebut dan sebaliknya.

Disini dituntut untuk bergotong-royong memperbaiki kemungkaran yang ada di negeri ini, setiap kepala mempunyai tanggung jawab. Tidak ada yang membedakan antara pemimpin dengan rakyat biasa dalam hal ini, semua punya hak untuk memperbaiki.

Ke khawatiran ini akan segera terhapuskan bila setiap individu mempunyai rasa prihatin terhadap masa depan umat. Kita mulai dengan saling menasehati kepada kebaikan, alasannya hanya ini yang kita punya. Kita tidak mempunyai kekuasaan yang lebih untuk melalukan sesuatu yang besar untuk negeri ini, lakukan hal kecil dengan nilai besar jauh lebih berarti daripada mempunyai kekuasaan besar tetapi tidak bisa berbuat.

Guru-guru, figur masyarakat, dan orang renta harus mempunyai perhatian khusus dalam mengembalikan kaedah dasar dalam diri manusia, yaitu fitrah terhadap kebaikan. Jika mereka mempunyai seribu alasan untuk menolak bebaikan, mengapa kita berhenti? Bukankah kita juga mempunyai sejuta alasan untuk terus menjaga existensi dakwah demi bangsa dan agama?

Allah berfirman dam surat al-ashr: "demi masa (1). sesungguhnya insan dalam kerugian (2). melaikan orang-orang yang beriman, dan yang menjalankan amal sholeh serta saling menesahati untuk kebaikan dan saling menasehati untuk sesabaran (3).

Semoga kita senantiasa menjadi manusia-manusia yang selalu mendengarkan hal yang baik dan saling mengingatkan kepada kebaikan, amin.


Oleh: Muazzinul Akbar
Penulis Mahasiswa al Azhar Fakultas Ushuluddin Tahun II.

Hadits - Wacana Zuhud

عَنْ أَبي العَباس سَعدِ بنِ سَهلٍ السَّاعِدي رضي الله عنه قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النبي صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُول الله: دُلَّني عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمَلتُهُ أَحَبَّني اللهُ، وَأَحبَّني النَاسُ؟ فَقَالَ: (ازهَد في الدُّنيَا يُحِبَّكَ اللهُ، وازهَد فيمَا عِندَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ) – حديث حسن رواه ابن ماجة وغيره بأسانيد حسنة

Terjemahan:

Dari Abul ‘Abbas, Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Seorang pria tiba kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kemudian berkata: ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang bila saya mengerjakannya, maka saya dicintai Allah dan dicintai manusia’. Maka sabda ia : ‘Zuhudlah engkau pada dunia, niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah engkau pada apa yang dicintai manusia, niscaya insan mencintaimu”. (HR. Ibnu Majah dan yang lainnya, Hadits hasan)

[Ibnu Majah no. 4102]

Penjelasan:

Ketahuilah, bergotong-royong Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menganjurkan supaya menahan diri dari memperbanyak harta dunia dan bersikap zuhud.
Sabda ia :
“Jadilah kau di dunia ini laksana orang ajaib atau pengembara”.

Sabda ia pula :
“Cinta kepada dunia menjadi pangkal segala perbuatan dosa”.

Sabda ia ;
“Orang yang zuhud dari segala kesenangan dunia mengakibatkan hatinya nyaman di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang yang menyayangi dunia hatinya menjadi galau di dunia dan di akhirat”.

Ketahuilah bahwa orang yang tinggal di dunia ini yaitu tamu dan kekayaan yang di tangannya yaitu pinjaman. Sedangkan tamu itu akan pergi dan barang kontribusi harus dikembalikan. Dunia ini bekal yang sanggup dipakai oleh orang baik dan orang jahat. Dunia ini dibenci oleh orang yang menyayangi Allah, tetapi dicintai oleh para penggemar dunia. Maka siapa yang bergabung bersama pecinta dunia, dia akan dibenci oleh pecinta Allah.

Beliau menasihatkan kepada penanya supaya menjauhkan diri dari menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain. Jika seseorang ingin dicintai kemudian meninggalkan kecintaannya kepada dunia, maka mereka tidak mau berebut dan bermusuhan hanya alasannya mengejar kesenangan dunia.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Barang siapa yang mengakibatkan alam abadi sebagai cita-citanya, maka Allah akan menyatukan kemauannya, hatinya dijadikan merasa kaya dan dunia tiba kepadanya dengan memaksa. Sedangkan barang siapa yang bercita-cita mendapat dunia, maka Allah mengakibatkan kemauannya berantakan, kemiskinan senantiasa membayang di pelupuk matanya, dan dunia hanya didapatnya sekadar apa yang telah ditaqdirkan baginya”.

Orang yang beruntung yaitu orang yang menentukan kenikmatan infinit daripada kehancuran yang ternyata adzabnya tiada habis-habisnya.

Tahanan Palestina Akhiri Mogok Makan


Ramalah, 23/4/2013. Pejabat palestina menyampaikan mogok makan yang dilakukan oleh tahanan mulai berhenti. Setelah terjadinya komitmen penting antara Israel dan Palestina yang berakhir dengan dirilisnya nama tahanan yang akan dibebaskan.

Samir Isawi (32 Tahun) merupakan warga pinggiran Tepi Barat yang ditangkap oleh israel melaksanakan mogok makan sampai hampir saja merenggut nyawanya. Kabar tersebut bocor kepada media dan publik mengecam tindakan yang dilakukan israel tersebut.

Protes besar-besaran dilakukan oleh tahanan yang ditakutkan akan berakibat kerusuhan. Kepala Qaddora Fares menyampaikan kepada Ruters bahwa Issawi menurut komitmen yang dicapai pejabat israel dan Palestina disetujui untuk dilepaskan dengan status sebagai tahanan rumah. (Ms)
Sumber : http://www.youm7.com