Monday 25 November 2019

Syiah, Kafirkah?

Muhammad Kadapi Murdani


Oleh: Muhammad Kadapi Murdani
*pemenang juara II el Asyi Award cabang Opini pada peringatan HUT 25 el Asyi

Kedatangan bersejarah Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmad Tayyib ke negeri tercinta tak sanggup kita pungkiri meninggalkan bekas yang mendalam bagi masyarakat Indonesia. Kedatangan dia ke nusantara merupakan sebuah bukti betapa kuatnya korelasi masyarakat Indonesia dengan Mesir pada umumnya dan Al-Azhar pada khususnya.

Hubungan Indonesia dengan Mesir, sebenarnya sudah terjalin dengan sangat lama. Agaknya kita perlu kembali membuka lembaran sejarah korelasi antara Indonesia dengan Mesir di masa-masa negeri ini berjuang mati-matian dalam merebut kemerdekan. Adalah Mesir dan terkhususnya Al-Azhar yang pertama sekali mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia hingga negeri kita merdeka.

Sebagaimana yang kita ketahui beberapa waktu yang lalu, kedatangan Grand Syekh ke Indonesia mengakibatkan beberapan opini dan perspektif masyarakat dengan pernyataan Grand Syekh perihal Syiah. Dalam sebuah kesempatan Grand Syekh berkata bahwa, “Syiah dan Sunni bersaudara.”

Pendapat ini menuai multitafsir bagi beberapa kelompok yang sengaja mengambil kepentingan kelompok mereka. Ada yang menafsirkan perkataan beliau, “Syiah dan Sunni bersaudara,” dan beranggapan bahwa Grand Syekh mendukung perkembangbiakan aliran Syiah di Indonesia sehingga menghujat dan menolak kedatangan Grand Syekh dengan tanpa dasar lantaran fanatisme kelompok semata.

Ada juga sebagian kelompok yang menyerupai mendapat angin segar dan menjadikan perkataan Grand Syekh sebagai landasan seperti aliran mereka telah mendapat “restu” dari Grand syekh di dalam pengembangannya di nusantara, padahal mereka hanya mengambil penggalan-penggalan dari perkataan beliau. 

Timbulnya perspektif-perspektif di atas disebabkan lantaran sebagian kelompok tersebut mengambil penggalan-penggalan perkataan Grand Syekh saja tanpa membaca dan mendengarkan perkataan dia dengan secara keseluruhan sehingga menuduh tanpa dasar kalau kedatangan Grand Syekh ke Indonesia merupakan proyek Syiah.

Sebelum kita melangkah ke jenjang selanjutnya, alangkah baiknya kita mengenal apa itu Syiah terlebih dahulu. Asal mula terbentuknya Syiah, kemudian aliran-aliran yang ada di dalam Syiah itu sendiri, serta pokok perbedaan mereka dengan Ahlu sunnah wal jamaah.

Terbentuknya Aliran Syiah

Awal terbentuknya aliran-aliran di dalam Islam itu terjadi pada kurun awal-awal perkembangan Islam tepatnya ketika wafatnya sayyidina Usman bin Affan Ra. pada tahun 35 H, serta diperparah ketika terjadinya kejadian tahkim tatkala kudeta antara sayyidina Ali karamallahu wajhah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan di perang Shiffin pada tahun 37 H.

Setelah kejadian tahkim itu terjadi, dengan diangkatnya sobat Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah, maka terpecahlah umat Islam menjadi beberapa aliran dan kelompok, menyerupai Aliran Khawarij yang menolak hasil dari kejadian tahkim itu sendiri dan mengkafirkan para sobat serta orang-orang yang ikut di dalam kejadian tahkim itu.

Dan ada juga kelompok lain yang berjulukan Murjiah yang juga menolak hasil dari tahkim itu serta mengkafirkan semua orang yang ikut di dalam kejadian tahkim tersebut termasuk sayyidina Ali, Muawiyah bin Abi Sufyan dan para sobat yang hadir pada kejadian tersebut.

Syiah, juga tebentuk sesudah kejadian tahkim itu sendiri. Mereka menolak hasil dari kejadian tahkim itu, dan berpandangan bersama-sama yang berhak menjadi khalifah sesudah wafatnya nabi Muhammad SAW tiada lain dan tiada bukan yaitu sayyidina Ali Karamallahu Wajhah.

Sekarang kita mengesampinkan pembahasan dari dua kelompok di atas terlebih dahulu, lantaran pokok pembahasan kita pada kali ini terfokus kepada Syiah semata.

Arti dan Makna Syiah

Istilah nama Syiah sendiri berasal dari bahasa arab. Syiah berdasarkan Etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang, atau bermakna kolompok yang berkumpul atas suatu perkara. 

Sedangkan dari makna terminologi Syariat, maka Syiah bermakna: kelompok yang menyatakan bersama-sama Ali lah yang berhak menjadi Khalifah sesudah Nabi Muhammad Saw. dan menganggap bersama-sama para Khulafa Rasyidin sebelum Ali telah merebut hak kekhalifah tersebut darinya. 

Para pengikut Syiah menganggap bersama-sama sayyidina Ali lebih berhak mendapat jabatan Khalifah dibandingkan dengan para sobat Khulafa Rasyidin lainya menyerupai Abu Bakar Shiddiq Ra., Umar Bin Khattab Ra., dan Usman Bin Affan Ra. Pendapat mereka ini dilandaskan pada beberapa faktor yang dimiliki oleh sayyidian Ali menyerupai Ilmunya, kemuliaannya serta kedudukannya sebagai menantu Rasulullah Saw.

Hal ini berdasarkan pendapat mereka bersama-sama sudah sepatutnya Rasulullah menentukan Ali karamallah Wajhah sebagai penggantinya sebagai pemegang pucuk pemerintahan Islam dan mengesampingkan maslahah umat, dan menolak musyawarah serta ijtihad para sobat di dalam menentukan Khalifah serta memonopoli kekuasan kepada para keturunan Rasulullah Saw. Mereka juga tidak mengakui kepemimpinan selain kepemimpinan dari garis keturunan Rasulullah Saw

Maka dari itu lahirlah konsep “aushiya” atau “pengwasiatan” Rasulullah Saw akan kekhalifahan di tangan Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. Mereka juga menyampaikan bersama-sama Abu Bakar As-Shiddiq Ra., Umar Bin Khattab Ra., dan Usman Bin Affan Ra. telah merebut kekhalfahan dari tangan Sayyidina Ali Karamallah Wajhah.

Ini yaitu perbedaan pokok dari pemikiran Syiah jikalau dibandingkan dengan pemikiran Ahlu Sunnah wal jamaah. Lalu, apakah dengan keyakinan mereka menyerupai yang diatas lantas kita sebut semua Syiah yaitu Kafir? dan telah keluar dari Islam?

Ayolah... Kita harus lebih selektif lagi sebelum menghukumi seseorang itu Kafir atau tidak. Menurut penulis, masih ada lagi benang merah yang harus kita ketahui dan kita uraikan sebelum menghukumi hal ini.

Karena Syiah sendiri terbagi menjadi beberapa kelompok besar, dalam hal ini penulis membagi kelompok mereka menjadi 2 kelompok besar, yaitu Syiah dan Syiah Ghulat. Terus apa perbedaan dari Syiah dengan Syiah Ghulat itu sendiri?

Syiah Zaidiyah dan Imamiyah

Syiah yang pertama yaitu Syiah sebagaimana yang penulis sebutkan tadi di atas, mereka yaitu kelompok yang menyatakan bersama-sama Ali lah orang yang paling berhak atas jabatan kekhalifahan sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Walaupun di kemudian hari, kelompok Syiah ini terpecah kembali menjadi 2 pecahan besar, yaitu: Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah.

Adapun Syiah Zaidiyah merupakan Syiah yang paling erat dengan Ahlu sunnah, karena mereka tidak mengkafirkan para sobat dan masih mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Sedangkan Syiah Imamiyah sebaliknya, mereka tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman.

Adapun perbedaan di antara Zaidiyah dan Imamiyah yaitu perbedaaan di dalam memahami nash-nash yang menyatakan penunjukkan Ali sebagai Khalifah sesudah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Zaidiyah meyakini bahwa penunjukkan itu tidak secara jelas, melainkan secara sifat saja, sehingga Zaidiyah masih mengakui kekhalifahan Khulafa Rasyidin yang 3 tadi. Sedangkan Syiah Imamiyah meyakini nash-nash tersebut berupa penunjukkan Ali secara tegas sebagai pengganti dia dan tidak mengakui khalifah yang 3. 

Dengan melihat perbedaan yang tersebut, maka penulis tiada melihat adanya 'illah yang memyebabkan dua golongan Syiah di atas sebagai Kafir. Tapi satu hal yang perlu dicatat: bersama-sama Syiah Imamiyah merupakan kelompok yang sesat dan menyesatkan, walaupun mereka tidak masuk ke dalam ranah Kafir lantaran masih mengakui Allah dan Rasul-Nya.

Syiah Ghulat

Syiah Ghulat yaitu kelompok pendukung Ali yang memilki perilaku berlebih-lebihan atau ekstrem. Bahkan ada di antara mereka memposisikan Ali pada derajat ketuhanan dan ada yang menganggapnya pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad.

Gelar Ghuluw (ekstrem) ini diberikan kepada mereka lantaran mereka mempunyai pendapat-pendapat yang janggal. Seperti menganggap Ali pada derajat Tuhan atau mengangkat beberapa orang sebagai Rasul sesudah Nabi Muhammad Saw. dan keyakinan lain yang sangat gharib, di antaranya: mempercayai adanya tanasukh arwah, tasbih , hulul dan ibahah.

Kelompok-kelompok yang populer di dalam Syiah Ghulat ini yaitu Sabaiyah, Albaiya, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’aniyah, Yunusiyah dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah.

Sekte-sekte ini awalnya hanyalah satu, yaitu paham yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali yaitu Tuhan. Kemudian terjadilah perbedaan prinsip dan ajaran, maka Syiah Ghulat pun terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian mereka semua masih menyepakati paham Hulul dan Tanasukh yang dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia kuno menyerupai Zoroaster, Yahudi, Manikam dan Mazdakisme.

Kelompok Syiah Ghulat ini telah melenceng sangat jauh dari aliran agama, dikarenakan telah merusak hal- hal Usuli; seperti menganggap Ali berada satu derajat dengan Rasul bahkan Tuhan, serta mengakui adanya nabi sesudah Nabi Muhammad. Naudzubillah.

Kelompok Syiah Ghulat ini sudah tidak diragukan lagi bersama-sama mereka telah Kafir, lantaran melanggar pokok- pokok agama. 

Sedangkan kelompok Syiah yang dimaksud oleh Grand Syekh tatkala tiba ke Indonesia yaitu Syiah Zaidiyah dan Imamiyah. Mereka tidak Kafir. Sebagian mereka sesat dan menyesatkan.

Jangan terlalu cepat untuk menghakimi, sebelum tahu betul atas kebenarannya. Jadi, bedakan antara sesat dan Kafir!

Lalu, apakah salah ketika Grand Syekh berkata “Sunni dan Syiah itu bersaudara” ?
Pembaca sanggup menilai sendiri!!!
banner
Previous Post
Next Post